Rabu, 28 Desember 2011

All I want for Christmas is you

I just want you for my own
more than you could ever know
make my wish come true
Baby, all I want for Christmas is you....

 
Sudah 3 minggu berlalu sejak deretan kafe di sepanjang jalan ini semua mulai memutar lagu berbau Natal setiap malam. Membosankan.

Tapi khusus malam ini, aku menarik kembali statement terakhirku barusan. Sama sekali tidak membosankan. Pertama, karena sekaranglah malam yang paling tepat untuk memutar lagu-lagu itu, malam yang konon katanya adalah malam kudus. 

Kedua, karena aku mendengarkannya bersamamu.

Entah apa yang terjadi jika tadi aku tidak mengajakmu keluar makan. Sendirian di malam natal, jauh dari rumah, tak ada pohon natal, tak ada jamuan makan malam sekeluarga, dan tak ada menyanyi lagu natal bersama rasanya adalah alasan yang cukup. Untuk bunuh diri.

"Sedih ngga malam natal gini sendirian?" kamu seakan bisa membaca pikiranku.
"Enggaklah. Biasa aja." jawabku sembari menghisap batang rokok ketiga malam ini.
"Masa sih? Malam natal sendirian, jauh dari rumah, ngga ada pohon natal, ngga makan malem rame2 sama keluarga, ngga nyanyi2 lagu natal bareng gitu kamu ngga sedih?"

Aku curiga jangan-jangan kamu keturunan cenayang.

"Sedih sih, tapi dikit."
"Kalo aku jadi kamu udah bunuh diri kali ya"

Sepertinya kamu memang keturunan cenayang.

"Harapanmu buat Natal kali ini apa?" tanyamu lagi. Pertanyaan yang terlalu mudah. 
"Aku ingin bisa menghabiskan malam2 natal selanjutnya bersamamu." jawabku. Dalam hati. Tentu saja. Aku tidak akan mungkin mengatakannya.

"Hmmm, apa ya?"

Lalu ada jeda kurang lebih 5menit.

"Apaaaaa, aku nungguin jawabannya tauuu."
"Aku ingin ketemu Santa"
"Hah? Kamu percaya kaya gituan? Santaklaus?"
"Aku kan ngga bilang aku percaya, cuma bilang pingin ketemu."
"Ya tapi kan kalau sampai pingin ketemu berarti kamu percayaaaa..."
"Ya justru itu nunjukin aku ngga percaya. Karena ngga percaya jadi pingin ketemu buat membuktikan. Setelah ketemu beneran, baru bisa percaya"
"Terserah kamu deh!" Kamu memasang wajah dongkol yang dibuat-buat. Manis sekali. "Kenapa pingin ketemu santa?"

Aku mengambil nafas agak panjang sebelum menjawab.

"Untuk meyakinkan bahwa ada hal-hal yang sepertinya tidak mungkin, bisa menjadi mungkin."
"Maksudnya?"
"Santa kan cuma dongeng, ngga mungkin bener ada atau nyata. Tapi kalau sampai aku beneran ketemu dia, artinya akan ada ketidakmungkinan-ketidakmungkinan lain yang bisa jadi kenyataan"
"Duh, ribet bener ya ngomong sama kamu. Bahasanya beraaaat."
"Hahaha" Aku tertawa basa-basi.

"Kriiing!!" Tiba-tiba handphonemu berdering.

"Halo, assalamualaikum..." dan kamu pun berjalan menjauh. Cukup untuk membuatku tahu siapa yang menelpon.

"Aku harus balik nih. Bentar lagi dia jemput ke sini."
"Oh, oke ngga papa kok."

Sebelum pergi kamu tersenyum beberapa saat, menatapku, dan berujar "Selamat Natal ya"
Ucapan itu terasa sangat indah karena kamu yang mengucapkan, bukan orang lain. Tapi sekaligus ironis, karena keluar dari mulut seorang gadis yang justru tidak merayakan natal.

"Hiii, kan ngga boleh kamu ngucapin selamat natal, dosa lho ntar" aku menggodamu.
"Ini atas nama Tri Kerukunan Umat Beragama poin pertama tauuuuu"

Lalu kita tertawa bersama untuk beberapa saat.
 
"Semoga ketemu Santa-nya ya" Kamu mengecup pipiku sekilas sebelum akhirnya berjalan meninggalkan kafe.

Ah.
Rasanya Santa tidak perlu datang.
Ini sudah lebih dari cukup.

Dari jendela kafe aku bisa melihatmu menunggu di trotoar depan. Tak lama mobilnya muncul dan berhenti tepat di depanmu. Dia muncul dari dalam mobil, membukakan pintu untukmu. Menggenggam tanganmu. Mengecup keningmu.

Tidak.
Aku tarik kembali kata-kataku barusan.

Santa harus datang.
Dan aku harus bertemu dengannya.
Siapa tahu setelah itu ada ketidakmungkinan lain yang bisa diwujudkan.


Seperti misalnya,
menghabiskan malam2 Natal selanjutnya
bersamamu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar