Senin, 30 Desember 2013

Terbang


Sudah lima kali berturut-turut aku bermimpi terbang.

Aku masih ingat setiap detailnya. Awalnya aku merasakan sensasi melayang, kemudian melesat mengudara ke angkasa. Aku merasa bebas. Bebas dan ringan. Perasaan ringan yang menyenangkan. Tapi seketika berubah menyakitkan saat aku terbangun dan menyadari semuanya hanya mimpi. Dan aku tetap sendirian.

"Itu pertanda mau ketemu jodoh." Aku menceritakan tentang mimpiku pada Ayah pagi ini.

Aku sudah menebak kata-kata itulah yang akan keluar dari mulut Ayah. Hal sama juga beliau sampaikan saat dulu aku bermimpi digigit ular, tenggelam di laut, menjadi pengantin, bahkan saat aku bercerita tentang mimpiku dikejar hantu. Semua mimpiku bagi Ayah artinya adalah 'mau ketemu jodoh'.

"Itu kan doa dari Ayah." Ayah mengacak rambutku pelan, seakan bisa membaca pikiranku.

"Amin." jawabku singkat.

"Makanya kalau tertarik sama cowok, move dong. Jangan diam saja. Dulu pun almarhum ibu kamu yang pertama kali inisiatif ngajak nge-date."

Aku hanya memberi anggukan pelan sebagai jawaban.

"Hari ini ke mana?"

"Ke gedung kesenian, Yah. Mau ngeliput pameran foto."


***

Tema pameran foto ini adalah sebuah kejuaraan surfing di salah satu pantai beberapa minggu lalu. Biasa saja. Tidak terlalu istimewa.

Aku berjalan melewati deretan foto-foto para peselancar sambil tetap mencatat di notes kecil yang selalu kubawa kemana-mana.

Kemudian aku sampai di depan foto itu. Foto yang dalam sekejap mampu membuatku menarik kembali kesimpulanku mengenai pameran.

Foto yang sederhana sebenarnya. Tentang seorang surfer yang sedang beratraksi di atas papannya. Yang membuatku terkesima adalah timing pengambilannya yang sungguh tepat sehingga dalam foto itu si peselancar tampak sedang terbang.

Terbang.

Hal yang terus 'menghantui'ku hampir seminggu belakangan. Mungkin karena itulah foto di depanku tampak jauh lebih menarik dibanding semua foto di ruangan ini.

Aku membaca keterangan di bawah foto itu:

Namanya Debur Ombak Selatan.

Oke, orangtua macam apa yang menamai anaknya Debur Ombak Selatan?

Bukan nama asli.

Oh.

Julukan tersebut diberikan atas aksi-aksinya yang memukau. Saat berada di atas papan selancar pria ini tidak menaklukkan ombak, dia menyatu dengan mereka. Dia menjadi bagian dari ombak.

"Aku kelihatan tampan di foto ini." Sebuah suara mengagetkanku. Aku memandangi lelaki yang entah sejak kapan berdiri di sebelahku. Dia balik menatapku sambil menaikkan sebelah alisnya, "Iya, ngga?"

"Boleh tahu nama aslimu?" Aku tidak menjawab pertanyaannya.

"Angga."

"Angga." aku mengulang namanya.

"Patangga. Bahasa Sansekerta."

"Oh, nama yang bagus. Artinya?"

"Patangga artinya terbang. Terbang ke angkasa."

Jantungku seakan berhenti berdetak selama beberapa detik. Kemudian menyusul perasaan ringan yang sama dengan yang kualami lima malam berturut-turut sebelum ini. Hanya saja kali ini aku tidak sendirian.

Dialog dengan ayah tadi pagi kembali terngiang di kepalaku.

"Angga..."

"Ya?"

"Mau ngopi bareng ngga habis dari sini?"




P.S.
Terinspirasi dari quote film (500) Days of Summer:
"I dream sometimes about flying. It starts out like I’m running really, really fast and I’m like superhuman and the terrain starts to get really rocky and steep. And then I’m running so fast that my feet aren’t even touching the ground and I’m floating and it’s like this amazing, amazing feeling. I’m free and I’m safe, but then I realize, I’m completely alone. And then I wake up."  –Summer Finn







Jumat, 13 September 2013

Cinta Sebatang Rokok

Mau kuceritakan tentang cinta?

Cinta itu seperti rokok. Awalnya kamu iseng mencoba sebatang saja, dan lalu kecanduan tanpa tahu kenapa.

Cinta itu seperti rokok. Semakin dihisap semakin mematikan. Kamu tahu dia akan membunuhmu pelan-pelan, tapi peduli setan! Satu slop pun sanggup kamu habiskan.

Cinta itu seperti rokok. Kamu terbiasa pada satu merk saja, tapi tetap sesekali menghisap merk lain untuk coba-coba.

Cinta itu seperti rokok. Apapun hal buruk yang orang ucapkan tentang keduanya kamu tidak lagi peduli. Karena terkadang mereka memang tidak selalu bisa memahami betapa sulitnya berhenti merokok, apalagi berhenti mencintai.










Mau kuceritakan tentang rindu?
Sebentar, 
aku merokok sebatang dulu.

Kamis, 12 September 2013

Pure Shores

"Terima kasih, Bu"

Aku kembali masuk ke mobil dan melanjutkan menyetir sendirian. Menurut ibu di warung tadi, tempat yang kutuju masih cukup jauh, tapi arahku sudah benar. Sengaja tidak kuputar musik apapun di dalam mobil. Yang paling kubutuhkan saat ini adalah ketenangan. Itu juga alasan kenapa aku memilih pergi tanpa mengajak siapapun, padahal tersesat adalah bakat alamiku. Tapi kali ini aku butuh sendirian. Sangat butuh. 

Radio mobil sengaja kumatikan, semua telepon genggam sudah dinonaktifkan. Namun tanpa bebunyian pun aku merasa sangat ramai di sini, di dalam kepalaku lebih tepatnya. Suaraku sendiri terus menggema, tak henti berbicara pada entah siapa. Bermacam masalah dan pikiran seperti berkecamuk, berebutan meminta untuk terlebih dulu dipecahkan. Berbagai ingatan berputar tidak beraturan bagai film beralur maju mundur. Dan akulah aktris yang hingga kini masih tidak tahu sama sekali bagaimana akhir dari filmku sendiri.

Kusut.

Ah, ini tikungan yang tadi disebut-sebut oleh si ibu.

Aku menepikan mobilku di pinggir sebuah jembatan. Terpana untuk beberapa detik melihat pemandangan di seberang. Hamparan pasir putih yang beradu dengan biru lautan. Aku merasa....entah apa. Damai. Tenang. Kosong. Aku hanya ingin menumpahkan semua, menuntaskan niat dan satu-satunya alasanku jauh-jauh datang kemari.

AAAAAAAAAAAAAAAAAAAA!!!!!!!









Lega.






Rabu, 11 September 2013

Nak, Jangan Lekas Besar

Nak, jangan lekas besar
Dunia orang dewasa itu kejam dan brutal
Di dunia kami yang berharga hanya uang dan jabatan
Bukan lagi koleksi boneka atau mobil-mobilan

Nak, jangan lekas besar
Saat dewasa nanti kamu akan jarang bercengkerama dengan teman-teman
Karena mereka masing-masing sibuk berkutat dengan telepon genggam

Nak, jangan lekas besar
Saat kau dewasa tak ada lagi kesempatan bermain petak umpet atau layangan
Waktumu akan habis untuk bekerja seharian
Bahkan kadang masih harus lembur sampai malam

Nak, jangan lekas besar dulu
Nikmatilah sepuasnya masamu
Masa dimana masalah terpelik yang mungkin kau alami
Hanyalah memilih krayon warna apa untuk mewarnai

#PeopleAroundUs #day1

Jumat, 06 September 2013

dua kopi kotak siap minum

Sarapan kita pagi ini adalah sebungkus besar keripik kentang rasa sapi panggang dan dua kopi kotak siap minum. Milikku warna biru, milikmu kotaknya warna ungu.

Mungkin yang kita minum pagi ini hanya dua kotak siap minum saja. Tapi kelak akan kuseduhkan untukmu kopi sesungguhnya. Kopi yang dibuat dengan coffee maker di dapur rumah kita. Setiap pagi akan kusiapkan dua...ah tidak, cukup secangkir saja.

Untukmu.

Aku cukup mencicipi sedikit sisa yang masih menempel di bibirmu.


Jumat, 10 Mei 2013

Kisah Pembunuh Bayaran



Mereka pembunuh bayaran.

Mereka berdua hidup dari kematian orang-orang yang bahkan mereka tidak ingat lagi nama-namanya. Ya, mereka hanya berdua, tapi nyawa yang teregang sudah tidak terhitung jumlahnya. Korban mereka beragam, tapi sebagian besar adalah orang-orang yang cukup berpengaruh dan punya jabatan. Masih ingat politisi yang tempo hari tewas dalam kecelakaan lalu lintas? Bukan, itu bukan kecelakaan. Salah satu ciri 'hasil karya' mereka adalah membuat korban seakan meninggal dengan ‘wajar’.

Malam ini sama seperti malam-malam lain yang mereka punya. Berkumpul di sebuah tempat terpencil, kali ini adalah sebuah warnet tak bernama di sebuah gang sempit ibukota, untuk membicarakan rencana pembunuhan selanjutnya.
“Pekerjaan kali ini terlalu mudah. Kita hanya perlu menyamar sebagai perawat rumah sakit, mencabut selang-selang di tubuhnya. Tamat.” Kata lelaki pertama.
“Sungguh tidak menantang. Lagipula kenapa harus susah-susah membayar kita untuk membunuh, toh sebentar lagi menteri renta itu mampus digerogoti penyakitnya.” Lelaki kedua menimpali.
“Wakil menteri sudah sangat tidak sabar menggantikan posisi si tua bangka. Kau sendiri dengar berapa bayaran yang akan dia berikan un....”

BRUKK!!!

Mereka terkesiap mendengar suara dari bilik sebelah.
“Kau bilang warnet ini kosong, brengsek?!” Lelaki kedua memaki dalam bisikan.
“Mana kutahu akan ada yang datang?!”

Suara berisik tadi sudah tidak terdengar, berganti dengan suara langkah kaki menjauh diikuti suara pintu warnet yang dibuka, dan kemudian menutup kembali dengan sendirinya.

“Menurutmu apakah dia mendengarnya?”
“Menurutmu apakah suaramu yang seperti toa itu tidak akan terdengar dari radius kurang dari 100 meter?” Lelaki kedua menaikkan intonasi, geram pada rekannya sendiri.
“Menurutmu kita perlu menghabisinya?”
“Menurutmu kita perlu menunggu siapapun-orang-di-bilik-sebelah-tadi menyebarluaskan apa yang barusan dia dengar?” Lelaki kedua setengah menyeret lelaki pertama keluar dari bilik mereka, membayar biaya sewa warnet yang tidak sampai satu jam digunakan dan bergegas menuju mobil merah butut merah yang terparkir di depan gang.

Tidak sampai 5 menit mobil tua itu berjalan, “Gadis kuncir kuda, kemeja hijau dan rok bunga-bunga. Persis kata penjaga warnet tadi.” Dengan satu tangan tetap memegangi setir, lelaki kedua menunjuk sosok yang jaraknya sekitar 500 meter di depan mobil mereka.
“Sepertinya dia masih sangat kecil, menurutmu apakah...?” Belum selesai lelaki pertama menyelesaikan kalimatnya, lelaki kedua mempercepat laju mobil mereka.

Yang selanjutnya terjadi hanya bunyi benturan, jeritan disusul jeritan, lalu hening di dalam mobil mereka selama perjalanan kembali ke rumah kontrakan.

***

Pagi harinya mereka duduk berdua di meja makan. Berhadapan, namun tidak saling bicara. Kopi di cangkir masing-masing mulai mendingin tanpa disesap sedikitpun oleh pemiliknya. Di meja tergeletak sebuah harian lokal, terbuka pada halaman berita berjudul:

“SEORANG GADIS TUNARUNGU MENJADI KORBAN TABRAK LARI”

***

Mereka pembunuh bayaran.

Dulunya.

Sekarang mereka adalah satpam di sebuah sekolah luar biasa. Mereka berdua hidup dari tawa anak-anak yang menjadikan isyarat sebagai bahasa.


10 Mei 2013
Tulisan ini dibuat untuk memenuhi tantangan menulis # nguping dari sini 


Rabu, 08 Mei 2013

Forget Love, I’d Rather Fall in Chocolate


Tidak ada yang bisa mengalahkan nikmatnya secangkir coklat hangat sebelum tidur. Semua stress dan rasa lelah setelah seharian beraktivitas seakan hilang bersama tetes demi tetes yang kita teguk. Tetapi mungkin hanya sedikit orang yang tahu bahwa minuman coklat tidak akan selezat sekarang tanpa jasa dari Belanda. Ya, salah satu tokoh yang berperan dalam kenikmatan minuman coklat adalah seorang ahli kimia asal Belanda bernama Coenraad Johannes van Houten. Pada tahun 1828, Coenraad van Houten berhasil menciptakan metode pembuatan bubuk coklat sehingga lebih mudah diolah menjadi minuman seperti saat ini. Metode ini kemudian lebih dikenal dengan nama Dutch process.

Sedikit mundur ke belakang, sebelum Dutch process diciptakan, coklat sudah dikenal luas oleh masyarakat dunia, khususnya Eropa. Awalnya, di Eropa coklat dikonsumsi sebagai minuman. Pembuatan minuman coklat dilakukan dengan menambahkan susu, gula, cinnamon, vanila dan berbagai bahan lain untuk mengurangi rasa pahit yang ada dalam coklat. Pada saat itu minuman coklat yang dihasilkan cenderung sulit larut dalam air, kental dan berminyak, karena tingginya kandungan lemak yang ada di dalam coklat. Kadar lemak yang tinggi tersebut juga membuat coklat lebih sulit untuk dicerna tubuh.

Coenraad Johannes van Houten

Coenraad van Houten lahir tanggal 15 Maret 1801 di Amsterdam dan merupakan putra dari pasangan Casparus van Houten dan Arnoldina Koster. Pada tahun 1815, ayahnya membuka sebuah pabrik coklat, atau tepatnya tempat penggilingan biji coklat. Penemuan Coenraad van Houten yaitu metode Dutch process sebenarnya adalah penyempurnaan dari penemuan sebelumnya dari sang Ayah. Casparus van Houten menciptakan sebuah metode hidrolik yang mampu menurunkan kadar lemak dalam coklat menjadi hampir setengah dari total awalnya. Bubuk coklat yang dihasilkan dari metode ini adalah ‘cikal bakal’ dari hampir semua produk coklat yang kemudian banyak beredar.

Coenraad van Houten menyempurnakan penemuan ayahnya dengan cara mereaksikan ‘cikal bakal’ bubuk coklat tersebut dengan alkali untuk menurunkan rasa pahit yang ada dalam coklat tanpa harus menambahkan susu atau gula. Pereaksian coklat dengan alkali inilah yang kemudian disebut Dutch process. Bubuk coklat dari Dutch process ini lebih mudah larut di dalam air serta sehingga tentunya memudahkan untuk pengolahan coklat selanjutnya. Dan yang lebih penting, metode ini mudah dilakukan serta tidak memerlukan biaya yang besar untuk pelaksanaannya.

Bubuk coklat penemuan Coenraad van Houten inilah yang kemudian beredar luas dan dikenal di seluruh penjuru dunia. Seiring dengan perkembangan teknologi, pengolahan coklat menjadi lebih beraneka ragam, tidak hanya sekedar minuman. Bubuk coklat Dutch process tetap menjadi bahan utama di setiap produk coklat yang banyak beredar, baik sebagai minuman, coklat batangan, kue coklat maupun tetap dalam bentuk bubuk coklat itu sendiri.  Untuk mengenang jasanya, nama Van Houten masih digunakan sebagai merk sebuah produk coklat dari negeri kincir angin tersebut.

Logo Van Houten


Jadi sekarang, setiap kamu akan menikmati coklat hangat, ingatlah bahwa ada Belanda di tiap tetes yang kamu sesap. 

Selamat menikmati!

Let's fall in chocolate!



Referensi:

http://en.wikipedia.org/wiki/Coenraad_Johannes_van_Houten


















Selasa, 01 Januari 2013

Self Promises

Status salah seorang teman saya bunyinya:
"Pergantian tahun adalah sesuatu yang biasa saja. Perubahan bisa dilakukan kapan saja"
Sebenarnya saya setuju dengan kalimat tersebut, kalo mau berubah mah ngapain harus nunggu tahun baru, mau berubah ya tinggal berubah aja sok. Harus diakui, memang kita kadang tergila-gila dengan perayaan, tergila-gila dengan moment, tergila-gila dengan tanggal.

Contoh: buat yang muda-muda, kita suka ngerayain tanggal jadian, monthversary lah, anniversary lah, dengan alasan buat lebih mengingat kenangan pertama ketemu, pertama jadian, dsb dsb. Padahal kalo mau nginget-nginget semua itu gausah nunggu pas tanggal ketemu atau jadian juga bisa kan? Atau hari Ibu. Kalo mau nunjukin bahwa kita nyayangin atau ngehargain ibu, ga usahlah nunggu tanggal 22 Desember, setiap hari juga bisa kita lakuin kok.

Tapi yah, namanya manusia, 'tempatnya salah dan lupa' kalo menurut salah satu lirik lagu. Mungkin kita memang perlu diingatkan. Diingatkan betapa kita dan pasangan dulu pernah teramat saling jatuh cinta sehingga perasaan masing-masing bisa tetep terjaga. Atau kadang kita ga sadar betapa berartinya ibu buat kita, betapa besar kasih sayang dan pengorbanan yang udah beliau berikan buat kita, dan hari ibu mungkin bisa sedikit mengingatkan kita. Sedikit 'menampar' betapa selama ini ternyata kita kadang tidak mempedulikan ibu kita sendiri *hiks*

Nah, sama halnya kaya tahun baru. Di hari-hari biasa kita pasti suka males mikir dan merenungkan apa-apa aja yang udah kita lakuin, jarang menyediakan waktu khusus buat merefleksikan diri, bermonolog sama diri sendiri, bertekad buat mengubah diri kita (menjadi pribadi yang lebih baik). Mungkin tahun baru adalah moment pengingat kita buat ngelakuin itu semua. Buat lebih banyak komunikasi intrapersonal (tsaaahhh gaya banget istilahnya)

Demikian pula dengan saya, semalam saya lama ngobrol sama diri sendiri, marah-marah sendiri, nyesel-nyesel sendiri, nangis-nangis sendiri, dan akhirnya bikin komitmen sama diri saya sendiri buat setahun depan. Simple, but I know up front that these all are hard to be done. 

Di tahun 2013 ini, I promise myself to:
  • Accept and love myself more
  • Read a lot, write a lot
  • Move more, be healthier
  • Looking for my passion, and go for it
  • Less complaining, be more grateful
  • Live life with less drama
Jadi, boleh saya minta 'amin' untuk keinginan-keinginan kecil saya di atas? :D

Amiiiiiin.