Selasa, 19 Juni 2012

secangkir kopi pagi ini

saya peminum kopi.
bukan pecinta.

konon pecinta kopi sejati bisa menikmati rasa kopi yang asli, tanpa ditambah embel-embel apa-apa. Murni bubuk kopi yang diseduh dengan air 95 derajat celcius (berdasarkan praktikum Ilmu Bahan Makanan, itu adalah suhu terbaik untuk menyeduh kopi, karena bisa menghasilkan rasa paling enak). sedangkan saya justru suka kopi yang ditambah gula dan susu atau krimer. bahkan lebih sering, kopi yang saya minum adalah kopi instan 3 in 1 yang banyak dijual di pasaran.

maka saya tidak pernah mengklaim bahwa saya adalah pecinta kopi, atau penikmat kopi. 
saya hanyalah peminum kopi.

Ngomong-ngomong soal kopi, cerpen Filosofi Kopi karangan mbak Dewi Lestari punya ikatan emosional tersendiri buat saya. karena jauh sebelum membaca cerpen itu, saya juga punya filosofi sendiri tentang kopi , tentang hidup, dan tentang saya.

jika saya adalah kopi, saya pasti bukan lagi kopi murni. sudah terlalu banyak tambahan-tambahan di dalamnya. saya bukan gadis 'lugu' dan 'polos' yang melulu berbaik sangka pada keadaan sekitar saya. kedengarannya skeptis sih, tapi bukankah hidup itu memang keras? tidak semua tokoh di dalamnya adalah protagonis. tidak pula saya (ehem). 

walaupun bukan lagi kopi murni, tapi tambahan-tambahan yang saya dapat tidak lalu menjadikan saya lebih buruk (amin), saya adalah kopi dengan pelengkap ini itu yang juga ingin menyenangkan orang2 di sekitar saya, walau tetap tidak semua orang bisa menyukainya. 
we can't please everybody, can we? 

Dan jika hidup saya diibaratkan dengan kopi, saya tidak mau hidup saya pahit (walaupun nikmat) tanpa variasi layaknya kopi murni. saya mau di sela2 pahitnya, masih ada rasa manis dari gula atau krimer atau susu yang telah ditambahkan. dan tetap nikmat saya sesap sampai tetes terakhirnya.

Ya, saya mau hidup saya seperti itu, 
seperti kopi instan 3 in 1 yang saya minum pagi ini. 

*sruput kopi*