Jumat, 10 Mei 2013

Kisah Pembunuh Bayaran



Mereka pembunuh bayaran.

Mereka berdua hidup dari kematian orang-orang yang bahkan mereka tidak ingat lagi nama-namanya. Ya, mereka hanya berdua, tapi nyawa yang teregang sudah tidak terhitung jumlahnya. Korban mereka beragam, tapi sebagian besar adalah orang-orang yang cukup berpengaruh dan punya jabatan. Masih ingat politisi yang tempo hari tewas dalam kecelakaan lalu lintas? Bukan, itu bukan kecelakaan. Salah satu ciri 'hasil karya' mereka adalah membuat korban seakan meninggal dengan ‘wajar’.

Malam ini sama seperti malam-malam lain yang mereka punya. Berkumpul di sebuah tempat terpencil, kali ini adalah sebuah warnet tak bernama di sebuah gang sempit ibukota, untuk membicarakan rencana pembunuhan selanjutnya.
“Pekerjaan kali ini terlalu mudah. Kita hanya perlu menyamar sebagai perawat rumah sakit, mencabut selang-selang di tubuhnya. Tamat.” Kata lelaki pertama.
“Sungguh tidak menantang. Lagipula kenapa harus susah-susah membayar kita untuk membunuh, toh sebentar lagi menteri renta itu mampus digerogoti penyakitnya.” Lelaki kedua menimpali.
“Wakil menteri sudah sangat tidak sabar menggantikan posisi si tua bangka. Kau sendiri dengar berapa bayaran yang akan dia berikan un....”

BRUKK!!!

Mereka terkesiap mendengar suara dari bilik sebelah.
“Kau bilang warnet ini kosong, brengsek?!” Lelaki kedua memaki dalam bisikan.
“Mana kutahu akan ada yang datang?!”

Suara berisik tadi sudah tidak terdengar, berganti dengan suara langkah kaki menjauh diikuti suara pintu warnet yang dibuka, dan kemudian menutup kembali dengan sendirinya.

“Menurutmu apakah dia mendengarnya?”
“Menurutmu apakah suaramu yang seperti toa itu tidak akan terdengar dari radius kurang dari 100 meter?” Lelaki kedua menaikkan intonasi, geram pada rekannya sendiri.
“Menurutmu kita perlu menghabisinya?”
“Menurutmu kita perlu menunggu siapapun-orang-di-bilik-sebelah-tadi menyebarluaskan apa yang barusan dia dengar?” Lelaki kedua setengah menyeret lelaki pertama keluar dari bilik mereka, membayar biaya sewa warnet yang tidak sampai satu jam digunakan dan bergegas menuju mobil merah butut merah yang terparkir di depan gang.

Tidak sampai 5 menit mobil tua itu berjalan, “Gadis kuncir kuda, kemeja hijau dan rok bunga-bunga. Persis kata penjaga warnet tadi.” Dengan satu tangan tetap memegangi setir, lelaki kedua menunjuk sosok yang jaraknya sekitar 500 meter di depan mobil mereka.
“Sepertinya dia masih sangat kecil, menurutmu apakah...?” Belum selesai lelaki pertama menyelesaikan kalimatnya, lelaki kedua mempercepat laju mobil mereka.

Yang selanjutnya terjadi hanya bunyi benturan, jeritan disusul jeritan, lalu hening di dalam mobil mereka selama perjalanan kembali ke rumah kontrakan.

***

Pagi harinya mereka duduk berdua di meja makan. Berhadapan, namun tidak saling bicara. Kopi di cangkir masing-masing mulai mendingin tanpa disesap sedikitpun oleh pemiliknya. Di meja tergeletak sebuah harian lokal, terbuka pada halaman berita berjudul:

“SEORANG GADIS TUNARUNGU MENJADI KORBAN TABRAK LARI”

***

Mereka pembunuh bayaran.

Dulunya.

Sekarang mereka adalah satpam di sebuah sekolah luar biasa. Mereka berdua hidup dari tawa anak-anak yang menjadikan isyarat sebagai bahasa.


10 Mei 2013
Tulisan ini dibuat untuk memenuhi tantangan menulis # nguping dari sini 


Rabu, 08 Mei 2013

Forget Love, I’d Rather Fall in Chocolate


Tidak ada yang bisa mengalahkan nikmatnya secangkir coklat hangat sebelum tidur. Semua stress dan rasa lelah setelah seharian beraktivitas seakan hilang bersama tetes demi tetes yang kita teguk. Tetapi mungkin hanya sedikit orang yang tahu bahwa minuman coklat tidak akan selezat sekarang tanpa jasa dari Belanda. Ya, salah satu tokoh yang berperan dalam kenikmatan minuman coklat adalah seorang ahli kimia asal Belanda bernama Coenraad Johannes van Houten. Pada tahun 1828, Coenraad van Houten berhasil menciptakan metode pembuatan bubuk coklat sehingga lebih mudah diolah menjadi minuman seperti saat ini. Metode ini kemudian lebih dikenal dengan nama Dutch process.

Sedikit mundur ke belakang, sebelum Dutch process diciptakan, coklat sudah dikenal luas oleh masyarakat dunia, khususnya Eropa. Awalnya, di Eropa coklat dikonsumsi sebagai minuman. Pembuatan minuman coklat dilakukan dengan menambahkan susu, gula, cinnamon, vanila dan berbagai bahan lain untuk mengurangi rasa pahit yang ada dalam coklat. Pada saat itu minuman coklat yang dihasilkan cenderung sulit larut dalam air, kental dan berminyak, karena tingginya kandungan lemak yang ada di dalam coklat. Kadar lemak yang tinggi tersebut juga membuat coklat lebih sulit untuk dicerna tubuh.

Coenraad Johannes van Houten

Coenraad van Houten lahir tanggal 15 Maret 1801 di Amsterdam dan merupakan putra dari pasangan Casparus van Houten dan Arnoldina Koster. Pada tahun 1815, ayahnya membuka sebuah pabrik coklat, atau tepatnya tempat penggilingan biji coklat. Penemuan Coenraad van Houten yaitu metode Dutch process sebenarnya adalah penyempurnaan dari penemuan sebelumnya dari sang Ayah. Casparus van Houten menciptakan sebuah metode hidrolik yang mampu menurunkan kadar lemak dalam coklat menjadi hampir setengah dari total awalnya. Bubuk coklat yang dihasilkan dari metode ini adalah ‘cikal bakal’ dari hampir semua produk coklat yang kemudian banyak beredar.

Coenraad van Houten menyempurnakan penemuan ayahnya dengan cara mereaksikan ‘cikal bakal’ bubuk coklat tersebut dengan alkali untuk menurunkan rasa pahit yang ada dalam coklat tanpa harus menambahkan susu atau gula. Pereaksian coklat dengan alkali inilah yang kemudian disebut Dutch process. Bubuk coklat dari Dutch process ini lebih mudah larut di dalam air serta sehingga tentunya memudahkan untuk pengolahan coklat selanjutnya. Dan yang lebih penting, metode ini mudah dilakukan serta tidak memerlukan biaya yang besar untuk pelaksanaannya.

Bubuk coklat penemuan Coenraad van Houten inilah yang kemudian beredar luas dan dikenal di seluruh penjuru dunia. Seiring dengan perkembangan teknologi, pengolahan coklat menjadi lebih beraneka ragam, tidak hanya sekedar minuman. Bubuk coklat Dutch process tetap menjadi bahan utama di setiap produk coklat yang banyak beredar, baik sebagai minuman, coklat batangan, kue coklat maupun tetap dalam bentuk bubuk coklat itu sendiri.  Untuk mengenang jasanya, nama Van Houten masih digunakan sebagai merk sebuah produk coklat dari negeri kincir angin tersebut.

Logo Van Houten


Jadi sekarang, setiap kamu akan menikmati coklat hangat, ingatlah bahwa ada Belanda di tiap tetes yang kamu sesap. 

Selamat menikmati!

Let's fall in chocolate!



Referensi:

http://en.wikipedia.org/wiki/Coenraad_Johannes_van_Houten


















Selasa, 01 Januari 2013

Self Promises

Status salah seorang teman saya bunyinya:
"Pergantian tahun adalah sesuatu yang biasa saja. Perubahan bisa dilakukan kapan saja"
Sebenarnya saya setuju dengan kalimat tersebut, kalo mau berubah mah ngapain harus nunggu tahun baru, mau berubah ya tinggal berubah aja sok. Harus diakui, memang kita kadang tergila-gila dengan perayaan, tergila-gila dengan moment, tergila-gila dengan tanggal.

Contoh: buat yang muda-muda, kita suka ngerayain tanggal jadian, monthversary lah, anniversary lah, dengan alasan buat lebih mengingat kenangan pertama ketemu, pertama jadian, dsb dsb. Padahal kalo mau nginget-nginget semua itu gausah nunggu pas tanggal ketemu atau jadian juga bisa kan? Atau hari Ibu. Kalo mau nunjukin bahwa kita nyayangin atau ngehargain ibu, ga usahlah nunggu tanggal 22 Desember, setiap hari juga bisa kita lakuin kok.

Tapi yah, namanya manusia, 'tempatnya salah dan lupa' kalo menurut salah satu lirik lagu. Mungkin kita memang perlu diingatkan. Diingatkan betapa kita dan pasangan dulu pernah teramat saling jatuh cinta sehingga perasaan masing-masing bisa tetep terjaga. Atau kadang kita ga sadar betapa berartinya ibu buat kita, betapa besar kasih sayang dan pengorbanan yang udah beliau berikan buat kita, dan hari ibu mungkin bisa sedikit mengingatkan kita. Sedikit 'menampar' betapa selama ini ternyata kita kadang tidak mempedulikan ibu kita sendiri *hiks*

Nah, sama halnya kaya tahun baru. Di hari-hari biasa kita pasti suka males mikir dan merenungkan apa-apa aja yang udah kita lakuin, jarang menyediakan waktu khusus buat merefleksikan diri, bermonolog sama diri sendiri, bertekad buat mengubah diri kita (menjadi pribadi yang lebih baik). Mungkin tahun baru adalah moment pengingat kita buat ngelakuin itu semua. Buat lebih banyak komunikasi intrapersonal (tsaaahhh gaya banget istilahnya)

Demikian pula dengan saya, semalam saya lama ngobrol sama diri sendiri, marah-marah sendiri, nyesel-nyesel sendiri, nangis-nangis sendiri, dan akhirnya bikin komitmen sama diri saya sendiri buat setahun depan. Simple, but I know up front that these all are hard to be done. 

Di tahun 2013 ini, I promise myself to:
  • Accept and love myself more
  • Read a lot, write a lot
  • Move more, be healthier
  • Looking for my passion, and go for it
  • Less complaining, be more grateful
  • Live life with less drama
Jadi, boleh saya minta 'amin' untuk keinginan-keinginan kecil saya di atas? :D

Amiiiiiin.

Selasa, 25 Desember 2012

This Year's Christmas Carol

Saya suka Natal :D

Walaupun tidak merayakan, tapi saya selalu suka suasana Natal. Dan saya juga udah pernah nulis tentang kesukaan aneh itu disini :D

Nah, mumpung saya sekarang tinggal di kota besar, suasana Natalnya bisa jauh lebih berasa nih, di mal-mal maksudnya :|

Minggu lalu saya sempet jalan-jalan sendirian ke suatu mal, terus berdiri lamaaaa di depan pohon natalnya, cuma memandang dan mengaguminya dalam diam. Kaya orang dongo. Bodo amat deh diliat sama cicik-cicik yang lewat hehe. Terus di kantor juga sempet beberapa hari dipasang pohon Natal di kantin. Pengen foto-foto tapi pasti deh ntar ujung-ujungnya diceramahin ini itu. Padahal beneran, saya suka sama suasana Natalnya aja, ga ada unsur religi-nya sama sekali. Natal kan identiknya sama tenang, salju, adem, banyak year end sale (lho?). Yaaah intinya suasananya berhawa liburan banget, walaupun libur Natal yang taun ini saya tetep masuk kerja hiks :(

Selain pohon, yang khas juga dari Natal adalah lagu-lagunya. Mengingat saya agak sentimentil :"> saya suka lagu Natal yang selow galau gitu, haha. Yang rada jazzy, easy listening terus mendayu merayu. Kalo taun lalu saya tergila-gila sama Christmas Song-nya Nat King Cole (ada di link di atas), tahun ini saya sukaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa banget sama lagu yang satu ini:

Christmas and Chris Martin! 
Too good but it's true :D

Satu lagi yang identik sama Natal: salju <3
Gara-gara kemarin liat film The Holiday (sama kamu), jadi tambah pengen beneran mengalami Natal yang bersalju. Ya, suatu saat saya akan beneran menikmati white christmas. Dan live.

Dan sama kamu :)


Jadiii
buat siapa saja yang merayakan Natal, have yourself  a merry little christmas :D
Buat yang ngga ngerayain juga tetep happy holiday  :D

Dan buat saya: happy working \:S/

*siapsiapkerja*
*sigh*


Jumat, 21 Desember 2012

lost identity

Akhir-akhir ini saya baru menyadari kalau saya sudah banyak berubah. Beberapa tahun terakhir saya berdoa setiap malam untuk seorang teman (perempuan) yang bisa nemenin jalan-jalan, nyalon, beli baju, ngobrol dll. Maklumlah, saya selalu 'dibuang' ke pulau sama perusahaan, makanya dulu ngarep banget punya temen cewe yang nyambung gitu. Tapi, giliran saya udah pindah ke tempat yang kebanyakan penduduk gini, saya malah jauh lebih suka sendirian. Saya males basa-basi, males sosialisasi, males ngobrol sama orang-orang, males dengerin orang ngomong. Sekarang pokoknya prinsip saya 'Talk less, do less too more'.

Padahal kalo inget jaman kuliah dulu, beuuuuhh bisa berjam-jam ceritaan sama temen-temen. Nyeritain segala sesuatu sampe detail, kadang plus reka adegan segala hahaha. Kalo sekarang iseng bbman sama temen-temen kuliah pasti rata-rata komennya adalah "Kangen denger ceritamu, Dhik". Yaaa secara dulu saya ibaratnya ga punya private life, apa-apa saya umbar ke temen-temen. Bahkan pernah sekali pas abis ngedate saya peragain setiap detil adegannya mulai dari ketemuan sampe obrolannya, sampe gesture si cowo itu. Hahaha super ember pokoknya.

Yes once I was an expressive and brilliant story teller :D

Sekarang mah boro-boro. Mau cerita rasanya kok males. Mau memulai obrolan kaya nge-blank, ga kepikiran mau ngomongin apa, ga ada bahan. Kalo dulu saya identik dengan banyak omong dan ekspresif, sekarang saya dikenal sebagai pendiem yang mukanya lempeng2 aja. Hahahaha

Saya kadang bertanya-tanya, ini yang salah calon-calon partner ngobrol saya atau gimana sih? Apa emang mereka ngga satu 'frekuensi', ga klik, jadinya saya ga bisa nyaman cerita. Belum nemu yang 'soul'nya sama aja kali ya. Ya tapi masa dari ribuan karyawan di perusahaan saya sekarang ga ada satupun yang klik???Berarti salahnya ada sama saya. 

Saya-nya yang ngga beres :|

Saya juga jadi bertanya-tanya. Apa mugkin 3 tahun hidup (bisa dibilang) sendirian jadi ngubah saya jadi apatis gini ya? Saya ngerasa saya bukan lagi orang yang menyenangkan buat orang lain, yang bisa nge-jokes dan bikin orang lain ketawa, yang bisa membuat diri saya jadi orang yang adorable. Dulu juga engga gitu-gitu amat sih, tapi setidaknya ga separah sekarang,

Dan pertanyaan yang paling membuat saya takut adalah,

Bagaimana jika saya yang dulu itu adalah saya yang masih mencari-cari jati diri?

Bagaimana jika

justru inilah saya yang sebenarnya?



..............