Sudah lima kali berturut-turut aku bermimpi terbang.
Aku masih ingat setiap detailnya. Awalnya aku merasakan sensasi melayang, kemudian melesat mengudara ke angkasa. Aku merasa bebas. Bebas dan ringan. Perasaan ringan yang menyenangkan. Tapi seketika berubah menyakitkan saat aku terbangun dan menyadari semuanya hanya mimpi. Dan aku tetap sendirian.
"Itu pertanda mau ketemu jodoh." Aku menceritakan tentang mimpiku pada Ayah pagi ini.
Aku sudah menebak kata-kata itulah yang akan keluar dari mulut Ayah. Hal sama juga beliau sampaikan saat dulu aku bermimpi digigit ular, tenggelam di laut, menjadi pengantin, bahkan saat aku bercerita tentang mimpiku dikejar hantu. Semua mimpiku bagi Ayah artinya adalah 'mau ketemu jodoh'.
"Itu kan doa dari Ayah." Ayah mengacak rambutku pelan, seakan bisa membaca pikiranku.
"Amin." jawabku singkat.
"Makanya kalau tertarik sama cowok, move dong. Jangan diam saja. Dulu pun almarhum ibu kamu yang pertama kali inisiatif ngajak nge-date."
Aku hanya memberi anggukan pelan sebagai jawaban.
"Hari ini ke mana?"
"Ke gedung kesenian, Yah. Mau ngeliput pameran foto."
***
Tema pameran foto ini adalah sebuah kejuaraan surfing di salah satu pantai beberapa minggu lalu. Biasa saja. Tidak terlalu istimewa.
Aku berjalan melewati deretan foto-foto para peselancar sambil tetap mencatat di notes kecil yang selalu kubawa kemana-mana.
Kemudian aku sampai di depan foto itu. Foto yang dalam sekejap mampu membuatku menarik kembali kesimpulanku mengenai pameran.
Foto yang sederhana sebenarnya. Tentang seorang surfer yang sedang beratraksi di atas papannya. Yang membuatku terkesima adalah timing pengambilannya yang sungguh tepat sehingga dalam foto itu si peselancar tampak sedang terbang.
Terbang.
Hal yang terus 'menghantui'ku hampir seminggu belakangan. Mungkin karena itulah foto di depanku tampak jauh lebih menarik dibanding semua foto di ruangan ini.
Aku membaca keterangan di bawah foto itu:
Namanya Debur Ombak Selatan.
Oke, orangtua macam apa yang menamai anaknya Debur Ombak Selatan?
Bukan nama asli.
Oh.
Julukan tersebut diberikan atas aksi-aksinya yang memukau. Saat berada di atas papan selancar pria ini tidak menaklukkan ombak, dia menyatu dengan mereka. Dia menjadi bagian dari ombak.
"Aku kelihatan tampan di foto ini." Sebuah suara mengagetkanku. Aku memandangi lelaki yang entah sejak kapan berdiri di sebelahku. Dia balik menatapku sambil menaikkan sebelah alisnya, "Iya, ngga?"
"Boleh tahu nama aslimu?" Aku tidak menjawab pertanyaannya.
"Angga."
"Angga." aku mengulang namanya.
"Patangga. Bahasa Sansekerta."
"Oh, nama yang bagus. Artinya?"
"Patangga artinya terbang. Terbang ke angkasa."
Jantungku seakan berhenti berdetak selama beberapa detik. Kemudian menyusul perasaan ringan yang sama dengan yang kualami lima malam berturut-turut sebelum ini. Hanya saja kali ini aku tidak sendirian.
Dialog dengan ayah tadi pagi kembali terngiang di kepalaku.
"Angga..."
"Ya?"
"Mau ngopi bareng ngga habis dari sini?"
P.S.
Terinspirasi dari quote film (500) Days of Summer:
"I dream sometimes about flying. It starts out like I’m running really, really fast and I’m like superhuman and the terrain starts to get really rocky and steep. And then I’m running so fast that my feet aren’t even touching the ground and I’m floating and it’s like this amazing, amazing feeling. I’m free and I’m safe, but then I realize, I’m completely alone. And then I wake up." –Summer Finn
Tidak ada komentar:
Posting Komentar