Tampilkan postingan dengan label fiction. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label fiction. Tampilkan semua postingan

Kamis, 12 September 2013

Pure Shores

"Terima kasih, Bu"

Aku kembali masuk ke mobil dan melanjutkan menyetir sendirian. Menurut ibu di warung tadi, tempat yang kutuju masih cukup jauh, tapi arahku sudah benar. Sengaja tidak kuputar musik apapun di dalam mobil. Yang paling kubutuhkan saat ini adalah ketenangan. Itu juga alasan kenapa aku memilih pergi tanpa mengajak siapapun, padahal tersesat adalah bakat alamiku. Tapi kali ini aku butuh sendirian. Sangat butuh. 

Radio mobil sengaja kumatikan, semua telepon genggam sudah dinonaktifkan. Namun tanpa bebunyian pun aku merasa sangat ramai di sini, di dalam kepalaku lebih tepatnya. Suaraku sendiri terus menggema, tak henti berbicara pada entah siapa. Bermacam masalah dan pikiran seperti berkecamuk, berebutan meminta untuk terlebih dulu dipecahkan. Berbagai ingatan berputar tidak beraturan bagai film beralur maju mundur. Dan akulah aktris yang hingga kini masih tidak tahu sama sekali bagaimana akhir dari filmku sendiri.

Kusut.

Ah, ini tikungan yang tadi disebut-sebut oleh si ibu.

Aku menepikan mobilku di pinggir sebuah jembatan. Terpana untuk beberapa detik melihat pemandangan di seberang. Hamparan pasir putih yang beradu dengan biru lautan. Aku merasa....entah apa. Damai. Tenang. Kosong. Aku hanya ingin menumpahkan semua, menuntaskan niat dan satu-satunya alasanku jauh-jauh datang kemari.

AAAAAAAAAAAAAAAAAAAA!!!!!!!









Lega.






Selasa, 27 November 2012

skywalker

Aku merasa seperti melayang. Aku bahkan mulai mempertanyakan apakah ini bulu atau tubuhku. Sekedar sepoi angin bisa menerbangkanku hingga puluhan mil ke depan. Gaya tarik bumi tidak lagi merengkuhku dalam dekapan. Aku melayang.

Yang menahan gerakku hanya genggamanmu. Tangan kita terikat menyatu. Apakah kamu merasakan awan-awan lembut menampar pipi? Apakah matamu juga kenyang memandang pelangi?

Kita semakin dekat dengan sinar cerah di ujung mega. Sinar-entah-apa itu nampaknya memiliki gravitasi yang menarik kita semakin dekat padanya. Menarik terlalu kuat hingga menengok ke belakang pun kita tak bisa.

Apakah jatuh cinta memang membuat kita begitu ringan melangkah?
Karena bersamamu aku tidak merasa memijak tanah.

***

Kerumunan orang itu semakin ramai. "Ada apa?" tanya salah seorang yang baru tiba. Perempuan di sebelahnya menunjuk mobil penyok di depan mereka. "Sepertinya sepasang kekasih. Tangan mereka saling menggenggam."


Jumat, 02 November 2012

[?]

kamu dimana
lagi apa

kamu tidak pernah menuliskan tanda tanya di setiap pertanyaanmu
entah lupa entah sengaja, aku tidak tahu
dan mungkin tidak akan pernah tahu

kamu dimanaaa?
lagi apaaaa?

kamu selalu hanya membaca pesan2 singkatku
tanpa pernah membalasnya
entah lupa
entah sengaja
aku juga tidak tahu
dan mungkin
tidak mau tahu

karena hatiku adalah rumah
dan kamu hanya tamu yang sekedar singgah

karena setiap hati punya rahasia
dan kamu hanya satu dari sekian yang kupunya

ya,
kamu layaknya tanda baca yang tidak pernah kamu tuliskan,
selamanya kamu mungkin hanya akan jadi tanda tanya

dan tidak akan
pernah
jadi jawaban.

Sabtu, 29 September 2012

I do (not)

"Kasih aku waktu sebentar buat mikir"

Sudah lebih dari 15 menit sejak kamu mengucapkan kalimat itu. Berarti sudah 15 menit aku duduk diam menunggu layaknya orang dungu. Dan sudah 15 menit kamu memasang mimik 'sedang serius berpikir' di wajahmu.

"Hey, apalagi sih yang musti dipikirin??"
Rasanya ingin sekali aku meneriakkan pertanyaan ini sambil mengguncang-guncang bahumu.

Ya, apalagi yang sebenarnya musti kamu pikirkan?

Aku kira kedekatan kita selama tiga bulan tidak akan membuatmu harus berpikir sekeras ini. Pergi berdua setiap malam minggu, berjalan bergandengan, menonton bioskop sambil berpegangan tangan, pelukan selamat jalan di depan pagar kos-kosan, saling mengirim pesan singkat sepanjang hari, menelpon hingga ketiduran di tengah malam, bercanda mesra di jejaring-jejaring sosial...

Apakah semuanya masih belum cukup?

Apalagi yang harus kamu pikirkan? 

Seingatku kamu tidak harus berpikir selama ini saat membalas ciumanku di hari ulang tahunmu. Kamu pun langsung menerima buket bunga yang kubawa dengan raut wajah yang gembira di suatu malam minggu. Kamu tanpa pikir panjang mengucapkan 'kangen' saat 4 hari berturut-turut kita tidak bertemu.

Lalu apa yang sebenarnya saat ini kamu pikirkan?

Tiba-tiba kamu menegakkan kepalamu dan memandangiku. Selama beberapa menit hanya itu yang kamu lakukan. Aku bisa merasakan jantungku memompa darah lebih kencang dari yang seharusnya. Rasa percaya diri yang kubawa dari rumah seakan luruh pelan-pelan.

Lalu kamu menghembuskan nafas panjang, tersenyum dengan sangat manis.
Sebelum akhirnya mengulurkan 
tangan kirimu.

"Maaf ya"




Madu di tangan kananmu, 
racun di tangan kirimu
Aku tak tahu mana yang akan kau berikan padaku...
(Madu dan Racun - Arie Wibowo)

Jubing Kristianto

Jumat, 14 September 2012

(Bukan) Cinta Pertama

Dear diary,

Akhirnya aku tahu tentang perasaan yang diceritakan pada hampir semua lagu. Selama ini aku hanya mendengar lirik saja, kini aku sendiri yang langsung merasakannya. Makanku tak enak, tidurku tak pernah nyenyak. Aku lebih banyak melamun, membayangkannya kami, dan lalu berakhir dengan tersenyum sendiri. Aku tidak sabar untuk berangkat sekolah hanya agar bisa bertemu dengannya. Berdandan lebih lama dari yang biasanya, agar tampak menarik di matanya. Berpura-pura meminjam pulpen hanya untuk sekedar mengajaknya berbicara. 

Tidak, aku tidak gila. Aku hanya jatuh cinta.

***

Dear diary,

Hari ini kami bermain bersama sepulang sekolah. Sebenarnya biasa saja, hanya duduk-duduk sembari berbagi cerita. Tapi kurasa hal sesederhana apapun pasti akan terasa istimewa jika dilakukan bersamanya. Kemudian kami makan bakso di seberang sekolah. Dia mengandeng tanganku saat akan menyeberang. Aku bisa merasakan jantungku berdebar lebih kencang. Aku sangat gugup. Gugup sekaligus senang.

***

Dear diary,
Hari ini aku bercerita tentang dia pada mama. Mama marah besar. Kata mama aku masih kecil, tidak tahu apa-apa tentang cinta. Kata mama aku tidak boleh dekat-dekat lagi dengannya. Tidak boleh main bersamanya, bahkan tidak boleh sekedar meneleponnya. Aku sedih. Sedih sekali.

Kenapa?
Kenapa?
Kenapa?

Kenapa aku tidak boleh jatuh cinta padanya?

Kenapa?

Kenapa aku tidak boleh jatuh cinta pada perempuan pilihanku
hanya karena aku juga seorang perempuan?









Apa jadinya dunia
Kalau mereka tahu tentang kita
(Cinta Terlarang - Rio Dewanto)

Selasa, 11 September 2012

Calon Pengantin

jangan kau tinggalkan
bila kekasih mengetuk pintu
(Baju Pengantin - Chrisye)


Dia datang. Refleks aku tersenyum. Tapi senyumanku berangsur memudar melihat tiga orang di belakangnya. Pasti kami berdua tidak akan mengobrol banyak apabila dia datang bersama bapak-bapak itu. "Nasi campur empat" kata salah satu bapak yang berjanggut paling panjang. Aku tidak menjawab, hanya bergegas menyiapkan pesanan tersebut. Sekilas aku meliriknya, dia ternyata juga tengah memperhatikanku. Kurasakan pipiku memerah.

***

Aku agak kecewa mereka turut serta bersamaku. padahal mungkin ini kesempatan terakhirku bertemu dengannya. Terakhir? Sebenarnya hanya aku yang bisa menetukan apakah ini yang terakhir atau bukan. Tapi aku sudah sejauh ini. Hari H sudah dekat. Aku tidak bisa mundur lagi. Tidak bisa? Entahlah. Terlalu banyak pikiran di kepalaku. Mungkin semuanya tidak akan sesulit ini apabila aku bertemu dengannya lebih awal. Atau justru bertemu dengannya lebih awal pun tidak akan mengubah apa-apa? Aku mengenyahkan semua pikiran dari kepalaku dan mencoba fokus pada diskusi kami. Tapi mataku entah mengapa seperti terpaku ke arahnya. Dia sempat mencuri pandang padaku, kemudian membuang muka malu-malu. Manis sekali. Seandainya...

"Besok kita laksanakan." tepukan di bahu membuyarkanku dari lamunan. 

Aku diam. Tidak menjawab. Dan pernyataan itu memang tidak membutuhkan jawaban.

***

Aku bersiap menutup warung ketika dari kejauhan aku melihatnya setengah berlari menuju arahku. Seperti biasa dia memberi salam yang kali ini kujawab sambil susah payah menyembunyikan senyumanku. "Masih ada nasi?" tanyanya. Aku mengangguk pelan. Kusiapkan nasi pesanannya sambil sesekali meliriknya. Dia nampak gelisah. Dia memang selalu kelihatan gelisah, tapi kali ini aku tahu ada sesuatu yang tidak beres. "Tadi bukannya sudah makan?" tanyaku saat menyodorkan piring ke meja di hadapannya. Dia hanya tersenyum sejenak, lalu menjawab, "Mumpung masih bisa." Mungkin karena melihatku mengernyit heran, dia kemudian menyambung singkat "Udah laper lagi". Aku tengah membereskan piring-piring yang baru selesai dicuci ketika tiba-tiba dia bertanya "Lagu ini yang nyanyi siapa ya?". Ini adalah lagu saat dia pertama datang ke sini kira-kira sebulan yang lalu. Aku ingat sekali. "Kalau dari suaranya sepertinya Chrisye."

Kalimat singkat darinya kemudian mampu membuatku terkejut, sekaligus senang. Sangat senang.
"Ini kan lagu yang sama seperti waktu saya pertama kali ke sini."

Ah, dia juga ingat rupanya.

***

Hari ini akhirnya tiba juga. Untuk beberapa menit otakku memutar ulang kembali sepotong demi sepotong peristiwa kemarin sore. Sore yang mungkin adalah sore paling indah buatku. Padahal tidak ada apa-apa. Hanya obrolan-obrolan singkat, tentang lagu, tentang harga-harga yang naik, tapi entah kenapa saat itu rasa bahagia memenuhi dadaku. Bahkan hanya membayangkannya kembali seperti ini pun aku masih bisa merasakan bahagia itu. 

Tapi aku tahu semuanya hanya kebahagiaan fana. Karena bahagia yang abadi adalah episode setelah ini.

Aku melangkah mantap. Apapun tidak akan menghentikan perjuanganku. Apapun. 
 
"Allahu Akbar"

....


*** 

Ketukan di pintu membuatku beranjak dari depan TV yang tengah menayangkan berita bom bunuh diri terbaru. Aku bertanya-tanya siapa yang datang. Ini masih terlalu pagi untuk sarapan, warung juga belum waktunya buka. 
Bapak penjaga masjid berdiri di luar, mengucap salam lalu mengulurkan amplop putih. Aku bisa merasakan senyum tersungging di bibirku saat bapak itu menyebut amplop itu adalah dari pemuda yang sebulan ini memenuhi pikiranku, ya amplop itu darinya. "Tadi dititipkan setelah selesai sholat Shubuh berjamaah". Kuucapkan terimakasih lalu kembali masuk ke dalam rumah. Bisa kurasakan jantungku berdebar lebih cepat dari yang seharusnya. Kubuka amplop itu perlahan. Sepucuk surat. Isinya hanya bacaan basmalah dalam tulisan arab dan sepotong kalimat,

"Kini telah kujumpa, air sejuk pelepas haus dahaga"

Entah kenapa airmataku menetes. Mungkin karena aku tahu, ini bukan surat cinta.

Ini surat wasiat.

Jumat, 04 Mei 2012

heart in D minor


Malam ini entah malam Sabtu yang keberapa. Datang ke kafe ini seminggu sekali sudah jadi agenda rutinku beberapa bulan terakhir.

Berdua dengan kakak lelakiku yang selalu setia menemani kemana aku pergi, kami selalu duduk meja yang sama setiap minggunya. Kata kakakku dari sinilah panggung live music paling jelas telihat. Aku tinggal mengarahkan pandangan lurus ke depan, dan di sanalah kamu berada, memetik gitarmu, memainkan lagu-lagu indah yang aku tidak pernah tahu judulnya.

Kami selalu datang beberapa menit sebelum pertunjukanmu mulai, agar aku tidak kelewatan satu lagupun. Sambil menunggumu mulai bermain, aku memesan minuman. Selalu memesan minuman yang sama, tapi tidak pernah memesan makanan. Konsentrasiku mendengarkan permainanmu pasti akan buyar sementara aku bersusah payah menyendoki makanan keparat di depanku.

Terdengar tepuk tangan di sana sini pertanda kamu mulai naik ke panggung kecil di depan. Setelah berbasa basi sejenak menyapa pengunjung, kamu mulai memetik gitar. Dan tepat saat itu juga dimulailah momen yang bagiku sangat magis. Mendengarkan suara gitarmu entah kenapa bisa membuatku sangat, sangat tenang. Damai sekali. Padahal papa juga sering memainkan lagu dengan piano untukku, tapi rasanya sungguh berbeda. Mendengarkanmu bermain gitar aku merasa seperti tengah bertemu kawan lama yang lama tidak berjumpa. Seperti merasakan hujan jatuh di kepalaku setelah terik seharian. Seperti kembali ke rumah setelah beberapa minggu bepergian. 

Seperti pulang. Nyaman.

Lagu terakhir yang kamu mainkan malam ini belum pernah aku dengar sebelumnya. Mungkin kamu baru pertama kali memainkannya di sini. Berapa lama kamu mempelajarinya? Susahkah? Ah sungguh aku sebenarnya ingin tahu banyak tentangmu. Tapi mendengarkanmu memainkannya saja sudah cukup, tak perlulah aku tahu apa-apa lagi. "What you don't know won't hurt you", begitu kata pepatah yang pernah kudengar.

Setelah lagu berakhir, terdengar tepuk tangan panjang. Aku juga ikut bertepuk tangan dengan penuh semangat. Lagu barusan memang indah sekali. Rasanya aku sampai ingin menangis mendengarnya, seperti ada yang tercekat di tenggorokanku. Ha ha ha, aku memang melankolis. Memalukan.

Aku dan kakakku biasanya akan langsung pulang begitu lagu terakhirmu selesai dimainkan, tapi malam ini rupanya memang bukan malam 'biasa'.

"Mas ke toilet bentar ya. Kamu duduk aja ngga usah ke mana2"
Lalu aku pun menunggu dengan was-was. Agak takut. Aku takut sendirian.

"Itu pacar kamu?" sebuah suara tiba-tiba menyapaku. Aku diam saja.kakakku selalu mengingatkanku untuk tidak berbicara pada orang asing. Tapi bagiku kamu bukan orang asing.
"Hah?" Ekspresiku pasti persis seperti orang tolol. Sial.
"Aku liat kamu dateng tiap kali aku main. Sama cowo yang sama di meja yang sama."
"Mmm iya"
"Iya dia pacar kamu? Tapi kok tiap dateng diem2an doank"
"Oh, maksudnya bukan. Dia kakakku." Bisa kurasakan wajahku merah padam. Sial. Sial. Sial. Kenapa musti salting sih?
"Oooh"

Lalu jeda. 
Lama. 
Mungkin hanya beberapa detik tapi bagiku terasa sangat lamaaaaaaaaaaaa...
Kenapa sih aku? Padahal ini adalah saat yg sangat aku nantikan. Saat aku akhirnya bisa berbincang denganmu. Tapi di bayanganku obrolan kita bisa mengalir begitu saja. Bukan seperti ini. Bibirku kelu, otak beku, aku seperti terpaku, bahkan berkedip pun sepertinya tidak.

"Lagu yang terakhir judulnya apa? bagus" akhirnya aku memberanikan diri membuka suara.
"Ada deeeeh" katamu dengan nada menggoda, berusaha mencairkan suasanan yang kaku.
"Diiih pelit amat" entah bagaimana kecanggunganku hilang seketika. Kamu memang orang yang menyenangkan, tepat seperti khayalanku.
"Mau tau aja apa mau tau banget?"
"Hahahahaha" aku tertawa mendengar gurauanmu
"Hehehe malah ketawa." Kamu diam sejenak sebelum akhirnya berkata, "Jalan sama aku dulu baru aku kasih tau"
"Hah?"
"Iya, ngedate dulu sama aku, nanti aku kasih tau judulnya"

Aku terdiam. Aku tahu seharusnya aku senang mendengar ajakanmu, tapi....

"Kok malah diem? Oiyaaa, malah belum kenalan kita. Namaku Reno."

Aku tetap diam. Bingung harus bersikap seperti apa.

"Sombong banget, masa jabatan tangan aja ngga mau."

Aku menghela nafas. Sejak awal kamu menyapa aku tahu saat ini pasti akan datang. Aku berpikir sejenak, tapi akhirnya kuputuskan mengulurkan tanganku, "Kania"

Jeda beberapa detik.

"Hei, bercanda ya? Tanganku di sini"

Tepat seperti dugaanku, aku menyodorkan tangan ke arah yang salah.

Yang aku tahu kemudian, kakakku datang, memapahku untuk berdiri dan menuntunku berjalan meninggalkan kafe. Aku tidak sanggup membayangkan bagaimana wajahmu saat itu. Pun wajahku sendiri.

Aku malu sekali.
Ah, tidak. Aku tidak boleh menangis.

***

"Semalem mas ke sana" 
Sudah 3 minggu aku tidak pernah ke sana lagi. Rasanya terlalu sakit untuk kembali.
"Dia titip salam"
Aku diam, memandang ke jendela. Atau mungkin sebenarnya aku memandangi dinding karena aku tidak pernah tahu arah jendela kamarku berada.

"Sama titip sesuatu."
Aku masih diam.

"CD"
Beberapa detik setelah kakakku mengucapkannya, di kamarku terdengar petikan gitarnya.





Lagu yang terakhir kali dia mainkan tempo hari.

Dan aku pun mengalami moment magis itu lagi. Tapi kali ini bukan tenang yang aku rasakan. 
Sakit. 
Dadaku seperti ditekan.
Sakit sekali rasanya. 
Sakit sampai ulu hati.

"Ada suratnya. Mau Mas bacain?"
Aku diam beberapa saat. Tapi kemudian mengangguk sambil menggigit bibir bawahku kuat-kuat. Berharap dengan begitu airmataku urung untuk turun.

"Halo Kania, ini judulnya River Flows in You. Kapan ke kafe lagi? Reno."

Lalu aku menangis sejadi-jadinya.





Minggu, 04 Maret 2012

The Pacific

PROLOG:


Tempat yang indah.


Terlalu indah bahkan. 

***

Persis seperti khayalanku. Tembok putih bersih dengan cermin besar sampai ke langit-langit di satu sisinya. Lantai kayu yang hangat. Satu tempat tidur besar berseprai putih dan bantal-bantal bersarung merah maroon. Satu dapur kecil bersih dengan aroma roti yang baru matang memenuhi ruangan. harum. Di dekatnya ada meja makan kecil dengan dua cangkir kopi di atasnya. Salah satu cangkir itu milikku, aku tahu. Satu milik entah siapa. Sebuah kulkas dua pintu yang penuh foto-foto dan post it note ditempelkan dengan magnet berbentuk buah-buahan.

"Cepet pulang yaa :)"

Aku membaca salah satunya. Tulisan tanganku, aku tahu.

Di suatu sudut lain aku melihat satu rak buku besar. Di sana berjejer komik dan berbagai bacaan koleksiku. Tidak jauh dari situ ada pintu yang mengarah ke luar, ke sebuah balkon dengan kursi rotan yang tampak sangat nyaman diduduki. Aku berpikir untuk mengambil sebuah buku lalu duduk di kursi itu, membaca sampai lupa waktu. Tapi satu suara dari ruangan lain membuatku mengurungkan niatku.

Satu ruangan lagi, dengan satu sofa besar dan satu televisi layar datar yang tengah memutar salah satu film favoritku, tepat pada adegan favoritku:


Andy Dufresne: You know what the Mexicans say about the Pacific? 
Red: No. 
Andy Dufresne: They say it has no memory. That's where I want to live the rest of my life. A warm place with no memory.


Ada seseorang duduk di sofa. Aku berjalan mendekat, dan indera penciumanku menangkap aroma wewangian yg tidak asing. Orang di sofa itu menoleh ke belakang, ke arahku. dan tersenyum. Ah, aku ingat senyum itu. Senyum paling meneduhkan yang pernah aku lihat. 

"Kamu?" Hanya kata itu yang mampu keluar

Dia memberi isyarat agar aku beranjak ke sebelahnya. Bagai dihipnotis aku duduk di bagian sofa yang tadi dia tepuk dengan sebelah tangannya. Tepat di sebelah kirinya. 

"Kamu?" Lagi-lagi hanya kata itu yang mampu aku ucapkan.

"Katanya tadi suruh cepet pulang" Tangannya menyibak helai anak rambut yang jatuh menutupi mataku, sambil tetap tersenyum dan memandangku lekat.

"Ini dimana?"

"Utopia."

***

EPILOG:


Sungguh tempat yang indah.


Terlalu indah bahkan.


Aku mengarahkan telunjuk dan ibu jariku ke sekelumit kulit di tangan, "Jika ini mimpi, maka aku tidak akan pernah mau untuk bangun lagi. Jika ini nyata, maka aku akan menenggak kafein sebanyak yg kubisa agar tetap terjaga"

Lalu aku mencubit lenganku....




.................................




tidak terasa apa-apa.



hadirmu, senyumku, rinduku, khayalku. 
utopia.


P.S.
utopia menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia:
sistem sosial politik yg sempurna yg hanya ada dl bayangan (khayalan) dan sulit atau tidak mungkin diwujudkan dl kenyataan (nomina)

Senin, 13 Februari 2012

a destiny wanderer





"Pengembara"

Itulah satu kata yg selalu dia gunakan untuk mendeskripsikan tentang dirinya. Mengembarai apa aku juga kurang paham, karena setauku dia tidak pernah pergi kemanapun selain sesekali berlibur ke luar kota. Tapi yang jelas, kata itu yang selalu dia pilih untuk menjawab pertanyaan berjenis "pilih satu kata yang paling menggambarkan dirimu". Kata itu pula yang dia gunakan untuk mengisi kolom "About Me" di akun jejaring sosialnya. Tapi maksudnya apa, sungguh aku tidak pernah tahu. Sampai hari ini.

"Aku pengembara yang mencari jalan pulang ke rumah" jelasnya saat aku menanyakan maksud diksi itu. Aku, yang tidak punya setetespun darah sastra yang mengalir di tubuhku, hanya bisa diam mendengarkannya berfilosofi tentang apa yang dia sebut 'rumah', dan tentang keinginan terbesarnya dalam hidup, yakni menemukan 'rumah' itu.

"Kalau kamu, apa keinginan terbesarmu?" tanyanya usai merampungkan penjelasan panjang lebar nan filosofis tentang per'rumah'an. Aku tidak langsung menjawab, melainkan menatap matanya lekat2. Lama. Dia salah tingkah, membuang pandangan sambil membenarkan anak rambut yang jatuh di keningnya.

"Aku mau nemenin kamu mengembara mencari jalan pulang ke rumah" Dia tampak kaget mendengar jawabanku, dan ganti menatapku dengan pandangan ah-masa-sih-yang-bener-kamu.

"Boleh?" tanyaku kemudian. 

Yang dijawab dengan anggukan kecil dari wajahnya yang memerah.

***
Pertanyaanku 6 bulan kemudian dia jawab dengan gelengan kepala. Tidak, aku bahkan belum sempat menanyakan apa2. Aku baru membuka kotak kecil yang aku simpan di sakuku sejak seminggu lalu. menunggu waktu yang tepat dan keberanian yang cukup untuk mengeluarkannya.

"Maaf, tapi apapun yang kamu minta kali ini, aku ngga bisa"
"Kenapa?"
"Kamu kan tau, aku ga bisa terikat, aku ini pengemba..."
"AKU TAU!" aku memotong kalimatnya, "Udah ratusan bahkan ribuan kali kamu bilang kamu pengembara bla bla bla nyari jalan pulang bla bla bla...aku tau...tapi sampai kapan? kamu mau nyarinya sampai kapan?"
"Sampai aku nemu..."
"Nemu apa?"
"Rumah..."

Jawaban terakhir itu membuatku enggan mendebatnya lagi. Yang bisa aku tangkap dengan telinga awam ini dari penjelasannya tentang 'rumah' tempo hari adalah, dia mencari tempat, orang, atau keadaan yang bisa membuatnya nyaman, membuatnya merasa 'pulang'. Dan rasanya aku cukup percaya diri menyatakan bahwa aku bisa menjadi semua yang dia cari dalam pengembaraannya. Tapi dari jawaban terakhirnya tadi, aku sadar ternyata aku salah. Entah 'rumah' seperti apa yg dia cari, yang jelas itu bukan aku.

Aku berlalu meninggalkannya. Berharap dia akan mengejar atau memanggil namaku, meminta untuk kembali, mengatakan bahwa dia berubah pikiran.....

Tapi tak satupun dia lakukan.

Pengembara itu tetap duduk diam.

***

Sebulan terakhir aku tidak merasakan apa-apa selain hampa. Kosong. Hitam putih tanpa warna. Selongsong raga tanpa jiwa. Aku kehilangan segalanya. Lelucon-leluconnya, filosofi2 yang selalu sulit kupahami, umpatan-umpatannya tentang apapun yang tidak dia suka, keluh-kesahnya tentang hidup dan pekerjaan. Dan yang lebih penting dari semua itu, aku kehilangan semangat hidupku.

Setelah menimbang beberapa detik, akhirnya  aku mengambil ponsel, mencari namanya di daftar kontakku dan mengetik satu kalimat pendek.

Sent.

***

Dua jam setelah mengirim pesan singkat itu aku masih menunggu balasan darinya.

Tidak ada.

***

Pukul 11.11 malam bel rumahku berdering. Aku beranjak dari sofaku dengan enggan, sambil menggerutu tentang orang tidak tau sopan santun yang bertamu selarut ini. Perlahan aku membuka pintu dan terkejut mendapatinya berdiri di depan. Bisa kulihat matanya sedikit sembab.

"Handphoneku tadi mati terus baru dinyalain waktu udah sampe rumah dan udah malem banget terus baru baca sms kamu terus..." dia tidak melanjutkan kata-katanya.

"Kamu nulis apa tadi?" tanyanya setelah terdiam beberapa detik.

"Katanya udah baca.."

"Maunya denger langsung" 

Aku menarik nafas sejenak, menatapnya dalam2. "Home, is where the heart is" ujarku sambil tersenyum.

Dia balas tersenyum sambil mengusap airmatanya yang terjatuh, kemudian memelukku dan berkata:

"I'm home then...."



Senin, 09 Januari 2012

gelar

"Oiyaa, kenalin ini mantan pacarku"

Itu kalimat yang biasa kamu ucapkan untuk memperkenalkanku pada teman-temanmu, ketika kita tidak sengaja bertemu mereka di suatu acara. Kemudian aku akan mencubit lenganmu pelan. Dan kamu pun tertawa. Lepas.

Kamu memang sangat suka tertawa. Aku ingat sekali bagaimana kamu bahkan tertawa saat menawarkan gelar 'mantan pacar' padaku. Tidak. Tidak romantis sama sekali.
"Aku mau kita putus..." 
"Maksud kamu apa??"
"Aku mau kita putuskan segera tanggal pernikahan kita" 
Kamu tertawa jenaka melihat wajahku yang pasti memerah jambu, sambil membuka kotak berisi cincin yang sedari tadi kamu simpan di saku baju. Sejurus kemudian kamu tiba-tiba diam dan memasang mimik wajah serius.
"Kamu mau, menemani saya tertawa buat seterusnya?" 
Senyuman di bibirku pasti bisa menjawab lebih banyak dibanding sekedar "Iya, aku mau", karena kemudian kamu kembali tertawa, lega. Dan memelukku setelahnya, "Halo, mantan pacar"

Itulah kali pertama 'mantan pacar' terdengar seperti gelar paling indah di dunia.

Dan sekarang, 4tahun 8bulan 10 hari sejak hari itu, di hadapanku selembar kertas menunggu.
cukup satu tanda tanganku di atasnya
di sebelah tanda tanganmu yang lebih dulu ada
Ah, betapa hanya selembar kertas inilah jarak yg memisahkanku dengan satu gelar baru:

Mantan istrimu.



Ya. Hanya selembar kertas saja
cukup satu tanda tanganku di atasnya
di sebelah tanda tanganmu yang lebih dulu ada
dan aku tidak pernah tahu apakah kamu membubuhkannya juga sambil tertawa 

Kamis, 05 Januari 2012

hujan patah hati

tik tik tik 
bunyi hujan di atas genting

bagiku hujan selalu romantis
apalagi jika kunikmati bersamamu 

airnya turun tidak terkira

tapi tidak kali ini
kita duduk berhadapan
diam
namun matamu sudah cukup banyak bicara
tanpa kamu mengucapkan sepatahpun kata 

cobalah tengok dahan dan ranting

"Kita sampai di sini saja ya. Maaf..." 

pohon dan kebun basah semua




basah semua.
begitupun mataku.

Rabu, 28 Desember 2011

All I want for Christmas is you

I just want you for my own
more than you could ever know
make my wish come true
Baby, all I want for Christmas is you....

 
Sudah 3 minggu berlalu sejak deretan kafe di sepanjang jalan ini semua mulai memutar lagu berbau Natal setiap malam. Membosankan.

Tapi khusus malam ini, aku menarik kembali statement terakhirku barusan. Sama sekali tidak membosankan. Pertama, karena sekaranglah malam yang paling tepat untuk memutar lagu-lagu itu, malam yang konon katanya adalah malam kudus. 

Kedua, karena aku mendengarkannya bersamamu.

Entah apa yang terjadi jika tadi aku tidak mengajakmu keluar makan. Sendirian di malam natal, jauh dari rumah, tak ada pohon natal, tak ada jamuan makan malam sekeluarga, dan tak ada menyanyi lagu natal bersama rasanya adalah alasan yang cukup. Untuk bunuh diri.

"Sedih ngga malam natal gini sendirian?" kamu seakan bisa membaca pikiranku.
"Enggaklah. Biasa aja." jawabku sembari menghisap batang rokok ketiga malam ini.
"Masa sih? Malam natal sendirian, jauh dari rumah, ngga ada pohon natal, ngga makan malem rame2 sama keluarga, ngga nyanyi2 lagu natal bareng gitu kamu ngga sedih?"

Aku curiga jangan-jangan kamu keturunan cenayang.

"Sedih sih, tapi dikit."
"Kalo aku jadi kamu udah bunuh diri kali ya"

Sepertinya kamu memang keturunan cenayang.

"Harapanmu buat Natal kali ini apa?" tanyamu lagi. Pertanyaan yang terlalu mudah. 
"Aku ingin bisa menghabiskan malam2 natal selanjutnya bersamamu." jawabku. Dalam hati. Tentu saja. Aku tidak akan mungkin mengatakannya.

"Hmmm, apa ya?"

Lalu ada jeda kurang lebih 5menit.

"Apaaaaa, aku nungguin jawabannya tauuu."
"Aku ingin ketemu Santa"
"Hah? Kamu percaya kaya gituan? Santaklaus?"
"Aku kan ngga bilang aku percaya, cuma bilang pingin ketemu."
"Ya tapi kan kalau sampai pingin ketemu berarti kamu percayaaaa..."
"Ya justru itu nunjukin aku ngga percaya. Karena ngga percaya jadi pingin ketemu buat membuktikan. Setelah ketemu beneran, baru bisa percaya"
"Terserah kamu deh!" Kamu memasang wajah dongkol yang dibuat-buat. Manis sekali. "Kenapa pingin ketemu santa?"

Aku mengambil nafas agak panjang sebelum menjawab.

"Untuk meyakinkan bahwa ada hal-hal yang sepertinya tidak mungkin, bisa menjadi mungkin."
"Maksudnya?"
"Santa kan cuma dongeng, ngga mungkin bener ada atau nyata. Tapi kalau sampai aku beneran ketemu dia, artinya akan ada ketidakmungkinan-ketidakmungkinan lain yang bisa jadi kenyataan"
"Duh, ribet bener ya ngomong sama kamu. Bahasanya beraaaat."
"Hahaha" Aku tertawa basa-basi.

"Kriiing!!" Tiba-tiba handphonemu berdering.

"Halo, assalamualaikum..." dan kamu pun berjalan menjauh. Cukup untuk membuatku tahu siapa yang menelpon.

"Aku harus balik nih. Bentar lagi dia jemput ke sini."
"Oh, oke ngga papa kok."

Sebelum pergi kamu tersenyum beberapa saat, menatapku, dan berujar "Selamat Natal ya"
Ucapan itu terasa sangat indah karena kamu yang mengucapkan, bukan orang lain. Tapi sekaligus ironis, karena keluar dari mulut seorang gadis yang justru tidak merayakan natal.

"Hiii, kan ngga boleh kamu ngucapin selamat natal, dosa lho ntar" aku menggodamu.
"Ini atas nama Tri Kerukunan Umat Beragama poin pertama tauuuuu"

Lalu kita tertawa bersama untuk beberapa saat.
 
"Semoga ketemu Santa-nya ya" Kamu mengecup pipiku sekilas sebelum akhirnya berjalan meninggalkan kafe.

Ah.
Rasanya Santa tidak perlu datang.
Ini sudah lebih dari cukup.

Dari jendela kafe aku bisa melihatmu menunggu di trotoar depan. Tak lama mobilnya muncul dan berhenti tepat di depanmu. Dia muncul dari dalam mobil, membukakan pintu untukmu. Menggenggam tanganmu. Mengecup keningmu.

Tidak.
Aku tarik kembali kata-kataku barusan.

Santa harus datang.
Dan aku harus bertemu dengannya.
Siapa tahu setelah itu ada ketidakmungkinan lain yang bisa diwujudkan.


Seperti misalnya,
menghabiskan malam2 Natal selanjutnya
bersamamu.

Rabu, 12 Oktober 2011

rumah masa depan

(#15harimenulisdiblog, day #13: #rumah)

Beramai-ramai orang mengantar kepindahanku.
aku sendiri bertanya-tanya dalam hati, seperti apa ya rumahku nanti?
banyak yang sudah pindah ke sana, tapi tak satupun yg bisa kutanya-tanya
padahal kan aku ingin tau seperti apa di sana
menyenangkan kah?
apakah aku nanti bisa betah?

aah, akhirnya sampai juga.
ini dia rumah baruku.
Sempit, agak pengap, sedikit lembab dan ada bau bunga di mana-mana.
lumayan lah, hanya agak susah buat bergerak saja.

satu-persatu pengantarku pergi
suasana yg tadi ramai dengan isak tangis dan doa2 mulai mereda
lalu mejadi sepi.
sepiiiiiiii sekali.

tiba2 ada dua sosok mendekatiku
"ah, tamu pertamaku"
aku mencoba menyapa, tapi mereka diam saja.
dan tak lama salah seorang dari mereka bertanya:

"Man Robbuka?"



P.S.
dalam ajaran Islam, "Man Robbuka?" diyakini adalah pertanyaan pertama yang akan diajukan oleh Malaikat penanya dalam kubur, yang artinya "Siapakah Tuhanmu?".

Selasa, 11 Oktober 2011

"aku tidak bahagia bersamamu"

(#15harimenulisdiblog, day #12: #mantan)

"aku tidak bahagia bersamamu"

hanya perlu 4 kata itu untuk membuat tulang2ku seakan lepas dari sendi2nya. lemas seketika.

mungkin seperti ini rasanya 'tersambar petir di siang bolong'
ah akhirnya aku tau juga rasanya,
tanpa harus mengalaminya dalam makna denotatif
ha ha ha.
lucu.

dan yang lebih lucu adalah
aku terlambat menyadari bahwa aku jauh lebih menyukai kebohongan yang manis ketimbang kejujuran yg pahit
menyesal sekali tadi aku bertanya "kenapa?" waktu kamu bilang "kita ngga mungkin sama-sama lagi, ti"
harusnya tadi aku tak perlu memaksamu menjawab jujur, sehingga kata2 yg aku dengar barusan mungkin seperti ini: "aku mau serius berkarier dulu"
atau: "kamu terlalu baik buat aku"

atau segala alasan klise lainnya untuk mengesahkan perpisahan ini.

apa saja selain "aku tidak bahagia bersamamu."

***

"Eh ti, apa kabar?"
kamu tampak kaget saat kita tidak sengaja berpapasan di suatu restoran 2 minggu kemudian.
refleks kamu melepas genggamanmu pada wanita di sebelahmu
tapi terlambat,
aku terlanjur melihatnya

Oh, jadi ini alasan dibalik "aku tidak bahagia bersamamu"

***

aku menggenggam erat boneka di tanganku.
"namanya boneka voodoo, apa yg kamu lakukan terhadapnya akan dirasakan oleh orang yg kamu tuju, orang yg namanya kamu tulis di tubuh boneka itu" begitu kata wanita berpakaian serba hitam yang kutemui kemarin malam.

dan tidak sulit menebak nama siapa yg kutulis kan?
hahaha

sementara aku mengambil paku di meja sebelah, kata2mu tempo hari berputar kembali di kepalaku
"aku tidak bahagia bersamamu"

kenapa? kenapa?
KENAPAAA?
padahal aku sangat bahagia bersamamu
nggak adil!!!

hahaha,
tapi tenang
keadilan sebentar lagi akan kutegakkan.

Oke,
jika kamu tidak bahagia bersamaku,
maka kamu tidak boleh bahagia...
bersama....
SIAPAPUN.

lalu kutusukkan paku ke kepala si boneka voodoo.
berulang-ulang.

Minggu, 09 Oktober 2011

29 April 2012

(#15harimenulisdiblog, day #10: #hadiah) 

hari ini tidak istimewa
terbangun seperti biasa
membuka tirai dan jendela
menghirup udara pagi Jogjakarta

hari ini tidak istimewa
membuat sarapan seperti biasa
secangkir kopi dengan tiga sendok gula
membaca koran pagi yg baru saja tiba

hari ini tidak istimewa
malas mandi seperti biasa
berdandan seadanya
lalu bergegas berangkat bekerja

hari ini tidak istimewa
sampai pintu depan kubuka...

dia berdiri di depan pintu
di lehernya ada pita merah jambu
tersenyum dan berkata, "Aku hadiahmu"

***

dua puluh lima
Jogjakarta
bersamanya.

ya,
rasanya hari ini memang tidak istimewa
karena hari ini SEMPURNA

Selamat ulangtahun , Dhika :)









(amiiin ya Alloh)

Jumat, 07 Oktober 2011

MEMO di Pintu Kulkas

(#15harimenulisdiblog, day #8: #pesan)

Suatu pagi di sebuah pintu kulkas

MEMO
From: Mama
To : Kakak

1. Bekal kamu ada di lemari dapur
2. Jangan lupa nanti les jam 3
3. Mama lembur, pulangnya malem

Malamnya, di pintu kulkas yang sama

MEMO
From: Kakak
To: Mama

Lembur lagi. Kapan sih Mama ga lembur?
Tadi malem juga pulang pas kakak udah tidur. SEBEL.

Keesokan harinya, pagi-pagi sekali di pintu kulkas

MEMO
From: Mama
To: Papa

1. Mama berangkat duluan, pake taksi. Ada yg mesti dikerjain
2. Jangan lupa sarapan sama si Kakak

Satu jam kemudian, di bawah memo sebelumnya.

MEMO
From: Papa
To: Kakak

Papa buru2. Jangan lupa sarapan.

Setengah jam kemudian.

MEMO
From: Kakak
To: Mama dan Papa

gak Mama gak Papa, sama aja. huh.

Keesokan paginya. Masih di pintu kulkas yang sama.

MEMO
From: Mama dan Papa
To: kakak

1. bekal kamu ga sempet mama siapin, di atas meja ada duit buat jajan
2. coba dicek lagi di jadwal kamu, sore ini ada les atau engga
3. Mama dan Papa lembur

Malam harinya, di pintu kulkas

MEMO
From: Kakak
To: Tuhan

Tolong buat Mama sama Papa dipecat aja, ya Tuhan
biar lebih sering di rumah nemenin kakak
amin.

MEMO
From: Kakak
To: Mama dan Papa

kakak bosen ngobrol sama KULKAS!

Kamis, 06 Oktober 2011

aku, kamu dan telur dadar

(#15harimenulisdiblog, day #7: #telur dadar)


     Minggu pagi kita selalu seperti ini. Duduk berhadapan untuk sarapan. Aku, kamu dan telur dadar. Lalu kita berbicara tentang apa saja.

     Kamu biasanya belum cuci muka. Kadang berpiyama yang memang sengaja kau simpan di tempatku, "Buat inventaris" katamu. Kadang dengan baju kemarin malam, belum sempat diganti karena kita mengobrol sampai ketiduran. Kadang mengenakan kemejaku yang kelonggaran, sementara baju-bajumu di lantai masih berserakan. Sisa-sisa kebersamaan kita semalam.

"Kenapa telur dadar melulu?" protesku suatu ketika.
"Soalnya cuma itu yang gue bisa masak"
"Ya kamu belajar kek"
"Kepikiran juga sih, eh apa gue les masak aja ya, Ka?"
"Ya ngga usah sampe les segala. Lebay."
"Iiiiih, ya gapapa kali, Kaa. Kan katanya the way to a man's heart is through his stomach. Jadi Ka, untuk mendapatkan hati lelaki itu harus bisa memuaskan perutnya dulu."
"Perut ke bawah sedikit mungkin lebih tepatnya"
"Mesum!" katanya sambil melempar tissue ke wajahku.
"Mesum is my middle name."

     Dan kami pun tertawa bersama beberapa saat sebelum kembali diam menikmati telur dadar.

***

"Ka, malem ini gue ga nginep yaa"
"Kenapa? Tumben." Aku berusaha menampilkan mimik wajah sewajar mungkin.
"Gue mau ngedate Kaa! Yaaayyy! Ya ampun Kaa, setelah 3 bulan malem mingguan sama lo doank akhirnya ada juga yg ngajakin gue ngedate"
"Hah? Siapa? Ada gitu yang mau ngedate sama kamu?"
"Kaaaa, lo nih bukannya seneng gue akhirnya laku. Lagian kan biar lo ga ada yang gangguin nonton bola malem minggu"
"Iya sih. Tapi kan ngga seru juga abis nonton pertandingan olahraga tidak dilanjutkan dengan 'berolahraga'" aku memberi penekanan pada kata terakhir.
"Hahaha, elo mah mesum mulu mikirnya, ka"
"Mesum is my middle name. Iya deh, pergi sana, jarang2 nih ada lelaki khilaf"
Dia memukul lenganku pelan.

     Malamnya dia mampir. Aku agak kaget. Sekaligus senang. "Ga jadi ngedate?"
"Aduh Kaa. I need your help. Saking lamanya ga ngedate gue bingung banget. Nervoussss. Gini nih nasib jomblo lapuk." Dia masuk dengan membawa sebuah tas besar.
"Lah, katanya ga nginep malah bawaan kamu seabreg"
"Aku bingung Ka mau pake baju apa"

     Adegan selanjutnya adalah dia bolak balik ke kamar mandi, mencoba berbagai jenis dress yang dia bawa, kemudian keluar untuk menanyakan pendapatku. Yang biasanya hanya aku tanggapi dg "hmmm".
"Atau yang ini aja kali ya, Ka" katanya dari dalam kamar mandi. Ini adalah gaun ke-13 yang dia coba. Aku kembali hanya ber-hmm sambil tetap membolak-balik koran mencari artikel "Acara Hari Ini"
"Tadaaaaaa" Dia keluar dengan dress hitam selutut. Yang harus kuakui membuatnya tampak, ehm...menggoda.
"Ini dress andalan gue, Ka. Bagus kaaan?" katanya dengan nada pamer.
"Hmmm, lumayan. Coba buka." alisku kunaikkan satu.
"Hahahaa, Kaaaa, dasar mesum lo!"

     Tak lama dia siap dengan make-up lengkap. Iya, dia berdandan. hal yang tak pernah dia lakukan saat bermalam minggu denganku.
"Ka, aku titip baju-bajuku dulu ya. Kapan-kapan aku ambil deh" Aku menjawab dg mengacungkan jempolku, lalu aku mengantarnya sampai pintu. Sebelum keluar dia berbalik sejenak

"Oiya, di kulkas lo masih ada telor tuh, buat sarapan lo besok, Ka. Kemaren gue belinya agak banyakan, kirain bakal melewatkan banyak malem minggu sama lo, hehe"

***

     Dan esoknya aku memasak telur dadar. Sarapan. Sendirian.

     Dan menyadari betapa aku kesepian.

***

"Kaaa"
Minggu pagi itu tiba-tiba dia datang lagi. Setelah 4 minggu pagi yang aku lewati hanya bersama telur dadar.

"Lagi ada siapa di dalem?" katanya sambil melongokkan kepala ke dalam.
"Ga ada siapa2." jawabku sambil membuka pintu lebar-lebar.
"Hah? Tumben, Ka. Dulu jaman2 sebelum gue rajin nginep sini bukannya lo tiap malem minggu selalu bawa wece-wece"

Jangan sampai dia tahu seleraku pada perempuan sepertinya sudah hilang. Kecuali untuk perempuan yang satu ini, yang sekarang nyelonong masuk ke dapurku dengan sekeranjang belanjaan.

"Mau ngapain?"
"Diiih, galak amat. Gue cuma mau ambil baju2 gue!!! Puass?? Udah lama ga ketemu bukannya bilang kangen kek, peluk2 gue kek."

Jangan sampai dia tau sejak membuka pintu tadi aku berusaha sekuat tenaga menahan diri untuk TIDAK melakukan KEDUAnya.

"Hahaha, sensi banget. Lagi dapet?" jawabku asal. Dia tidak memperdulikan dan mulai mengeluarkan satu persatu belanjaannya. Sayur mayur, daging cincang, bumbu2 dapur....

"Jiailah, Nona Telur Dadar mau masak beneran?"
"Haha, sialan lo. Iya nih, rencana gue mau praktekin hasil les masak gue"
"Hah? Kamu beneran les masak??"
"Iya kaaa...si Randy tuh ga terlalu suka makan di luar, makanya gue belajar masak. Terus pengen masak buat dia malem minggu depan"
"Trus masaknya masa udah dari sekarang? Kamu mau kasi dia masakan basi?
"Hahaha....Kaaaaa, lo tuh emang sahabat gue paling lucu. Ya enggalah, ini percobaan dulu, ntar lo cobain ya  Ka, enak apa engga, terus kurangnya apa, terus..."

     Dia lalu berceloteh panjang lebar, tapi yg berputar di kepalaku hanya kalimatnya "Lo tuh emang sahabat gue paling lucu". Jadi 3 bulan kemarin kami bersama tiap malam minggu, dan berlanjut sarapan bersama tiap minggu pagi, dan dia bermalam di tempatku (baik itu bermalam dalam tanda kutip, atau bermalam dalam arti sebenarnya yaitu cuma sekedar numpang tidur), adalah karena dia menganggapku...sahabatnya. Well, OK.


"Ya tapi kenapa mesti sampe pake acara les segala sih?" Entah karena apa tiba-tiba aku sudah membantunya memotong-motong wortel dengan gerakan yang kaku.
"Ya karena seperti yg dulu gue bilang Ka, gue cuma bisanya masak telur dadar, sementara kan the way to a man's heart is through his stomach"


mungkin kata-kata itu ada benarnya.
yang dia tidak tahu, sesungguhnya dia tidak perlu memasak sampai heboh seperti ini
buktinya untuk menuju hatiku,
dia cuma perlu telur dadar.



P.S.
ada yang saya pinjam "sinis dan sok cool"nya
ada yang saya pinjam "mesum is my middle name"nya
ada yang saya pinjam "lumayan, coba buka"nya
Terimakasih para lelaki :D 

Rabu, 05 Oktober 2011

Taman yang Paling Indah

(#15harimenulisdiblog, day #6: #tamankanakkanak)

"taman yang paling indah,
hanya taman kami..
taman yang paling indah, hanya taman kami
tempat bermain, berteman banyak
taman yang paling indah, taman kanak kanak"
:D

gadis kecil itu ikut bernyanyi dengan riang gembira
mulutnya tersenyum lebar,
matanya berbinar-binar,
tangan kecilnya bertepuk dengan penuh semangat

Ia menantikan aba-aba dari Bu Guru
lagu apa yang akan dinyanyikan selanjutnya
tapi suara Bu Guru terlalu jauh, gadis kecil tidak bisa mendengarnya

"Sitiii, lampunya merah!!" ibunya memanggil

segera dia melangkah menyusul ibunya
bergandengan dengan sang ibu yang tengah menggendong adik bayinya
mendatangi satu persatu mobil yang antri di perempatan
"Pak, kasian Pak...buat makan Pak..."
Begitu ucap ibunya di setiap jendela mobil yang mereka ketuk
gadis kecil hanya kebagian tugas memasang muka sememelas mungkin

3..2..1..Lampu hijau, asiiik!

wajah memelasnya seketika ceria
segera dia berlari kembali ke posisi semula
berjongkok di balik pagar sebuah TK dekat perempatan tempatnya bekerja,
memandang ke arah jendela ruangan kelas yg terbuka

Bu Guru tampak mengucapkan sesuatu
mungkin judul lagu selanjutnya
ah, tapi suara Bu Guru terlalu jauh
gadis kecil tidak dapat mendengarnya....

"di sini senang di sana senang" terdengar suara riuh dari dalam sana

Ah! aku tau lagu ini :D
katanya, lalu kembali bertepuk, tersenyum sambil bernyanyi








"Sitiiiiiiiiiii, lampunya merah!!!!"

Selasa, 04 Oktober 2011

flirting

(#15harimenulisdiblog, day #5: #hilang)


"May i help you?"

oh yes, he really is the cutest man alive

yes him.
the new guy in my office,
came 4 days ago.
fresh from the oven :D

his desk is right beside mine
but i really have no idea how to start a conversation with him
i mean, an interesting conversation
not just "hi, what's your name? welcome to the office" or another 'conventional' conversation

I want him to SEE me.
and I know he will
because I know how to make it
ehm, that's why people usually call me an expert teaser :P

so, here I am
in a squating position
pretending looking for something in the floor
whereas what i'm looking for is nothing but his attention


"May I help you?"

I keep quiet. He come closer to my desk.

"Hey, did u lose something, miss?"

I wake up, staring at him for a second....and smiling

"I lost my last name, may I have yours?"







and he's laughing.
GOTCHA :D

Senin, 03 Oktober 2011

block

(#15harimenulisdiblog, day #4: #timeline)

"sayang, km punya twitter tho?"
bunyi sms dari Raras, cewek yg resmi jd pacarku semalam.

"Iya ada say. knp?"
"follow aku donk, ntar aku folbek"
"ok, twitterku @andhika_29. km apa?"
"punyaku @r4z_im03tcek4yi, jangan sampe salah nulisnya ya sayang :* :* "

Hah? busett
WTH.

***

new tweet: stuck in a moment.

1 mention.
@r4z_im03tcek4yi: RT @andhika_29: stuck in a moment.

1 mention.
@r4z_im03tcek4yi @andhika_29 k4mo3h ken4pha sai4nkQuwh?????

reply: itu judul lagunya U2. nulisnya biasa aja donk say, pusing bacanya

1 mention
@r4z_im03tcek4yi: m4sa s3yh? kh4n b1y4r unYo3 y4nk :* RT @andhika_29:itu judul lagunya U2. nulisnya biasa aja donk say, pusing bacanya

reply: pusing bacanya yank, beneran. perasaan km kalo sms jg biasa aja

1 mention
@r4z_im03tcek4yi: LutU k0qh..k4m03h la9ih n9apz y4Nk???? RT @andhika_29: pusing bacanya yank, beneran. perasaan km kalo sms jg biasa aja

1 mention:
@r4z_im03tcek4yi: @andhika_29 kuq 9ak dib4l3s y4nk???????

1 mention:
@r4z_im03tcek4yi: @andhika_29 s1bHuq yuaa y4nk?????

reply: kuliah yank.

1 mention:
@r4z_im03tcek4yi: say4nkQuwh c3uMun9udh eaAAaa :* RT @andhika_29: kuliah yank.

1 mention:
@r4z_im03tcek4yi: kan9en b3udH c4maH cai4ankQuwh @andhika_29 :*

1 mention
@r4z_im03tcek4yi: 4kuwH m3rinDuk4nmuwh.....@andhika_29

1 mention 
@r4z_im03tcek4yi: jan4n lupH4 ma3m yuaa @andhika_29. lupH u :*


TAEEEEEEEEEEKKKKK.


DM to r4z_im03dc3k4yi: "kayanya kita mending udahan aja Ras."
Sent.


"Are you sure want to block r4z_im03tcek4y1?"

YES.




note:
semua akun twitter di tulisan ini adalah fiktif belaka
apabila ada kesamaan itu hanyalah kebetulan semata ;P