Walaupun tidak merayakan, tapi saya selalu suka suasana Natal. Dan saya juga udah pernah nulis tentang kesukaan aneh itu disini :D
Nah, mumpung saya sekarang tinggal di kota besar, suasana Natalnya bisa jauh lebih berasa nih, di mal-mal maksudnya :|
Minggu lalu saya sempet jalan-jalan sendirian ke suatu mal, terus berdiri lamaaaa di depan pohon natalnya, cuma memandang dan mengaguminya dalam diam. Kaya orang dongo. Bodo amat deh diliat sama cicik-cicik yang lewat hehe. Terus di kantor juga sempet beberapa hari dipasang pohon Natal di kantin. Pengen foto-foto tapi pasti deh ntar ujung-ujungnya diceramahin ini itu. Padahal beneran, saya suka sama suasana Natalnya aja, ga ada unsur religi-nya sama sekali. Natal kan identiknya sama tenang, salju, adem, banyak year end sale (lho?). Yaaah intinya suasananya berhawa liburan banget, walaupun libur Natal yang taun ini saya tetep masuk kerja hiks :(
Selain pohon, yang khas juga dari Natal adalah lagu-lagunya. Mengingat saya agak sentimentil :"> saya suka lagu Natal yang selow galau gitu, haha. Yang rada jazzy, easy listening terus mendayu merayu. Kalo taun lalu saya tergila-gila sama Christmas Song-nya Nat King Cole (ada di link di atas), tahun ini saya sukaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa banget sama lagu yang satu ini:
Christmas and Chris Martin!
Too good but it's true :D
Satu lagi yang identik sama Natal: salju <3
Gara-gara kemarin liat film The Holiday (sama kamu), jadi tambah pengen beneran mengalami Natal yang bersalju. Ya, suatu saat saya akan beneran menikmati white christmas. Dan live.
Dan sama kamu :)
Jadiii
buat siapa saja yang merayakan Natal, have yourself a merry little christmas :D
Buat yang ngga ngerayain juga tetep happy holiday :D
Dan buat saya: happy working \:S/
Sudah lebih dari 15 menit sejak kamu mengucapkan kalimat itu. Berarti sudah 15 menit aku duduk diam menunggu layaknya orang dungu. Dan sudah 15 menit kamu memasang mimik 'sedang serius berpikir' di wajahmu.
"Hey, apalagi sih yang musti dipikirin??"
Rasanya ingin sekali aku meneriakkan pertanyaan ini sambil mengguncang-guncang bahumu.
Ya, apalagi yang sebenarnya musti kamu pikirkan?
Aku kira kedekatan kita selama tiga bulan tidak akan membuatmu harus berpikir sekeras ini. Pergi berdua setiap malam minggu, berjalan bergandengan, menonton bioskop sambil berpegangan tangan, pelukan selamat jalan di depan pagar kos-kosan, saling mengirim pesan singkat sepanjang hari, menelpon hingga ketiduran di tengah malam, bercanda mesra di jejaring-jejaring sosial...
Apakah semuanya masih belum cukup?
Apalagi yang harus kamu pikirkan?
Seingatku kamu tidak harus berpikir selama ini saat membalas ciumanku di hari ulang tahunmu. Kamu pun langsung menerima buket bunga yang kubawa dengan raut wajah yang gembira di suatu malam minggu. Kamu tanpa pikir panjang mengucapkan 'kangen' saat 4 hari berturut-turut kita tidak bertemu.
Lalu apa yang sebenarnya saat ini kamu pikirkan?
Tiba-tiba kamu menegakkan kepalamu dan memandangiku. Selama beberapa menit hanya itu yang kamu lakukan. Aku bisa merasakan jantungku memompa darah lebih kencang dari yang seharusnya. Rasa percaya diri yang kubawa dari rumah seakan luruh pelan-pelan.
Lalu kamu menghembuskan nafas panjang, tersenyum dengan sangat manis.
Sebelum akhirnya mengulurkan
tangan kirimu.
"Maaf ya"
Madu di tangan kananmu, racun di tangan kirimu Aku tak tahu mana yang akan kau berikan padaku...
Akhirnya aku tahu tentang perasaan yang diceritakan pada hampir semua lagu. Selama ini aku hanya mendengar lirik saja, kini aku sendiri yang langsung merasakannya. Makanku tak enak, tidurku tak pernah nyenyak. Aku lebih banyak melamun, membayangkannya kami, dan lalu berakhir dengan tersenyum sendiri. Aku tidak sabar untuk berangkat sekolah hanya agar bisa bertemu dengannya. Berdandan lebih lama dari yang biasanya, agar tampak menarik di matanya. Berpura-pura meminjam pulpen hanya untuk sekedar mengajaknya berbicara.
Tidak, aku tidak gila. Aku hanya jatuh cinta.
***
Dear diary,
Hari ini kami bermain bersama sepulang sekolah. Sebenarnya biasa saja, hanya duduk-duduk sembari berbagi cerita. Tapi kurasa hal sesederhana apapun pasti akan terasa istimewa jika dilakukan bersamanya. Kemudian kami makan bakso di seberang sekolah. Dia mengandeng tanganku saat akan menyeberang. Aku bisa merasakan jantungku berdebar lebih kencang. Aku sangat gugup. Gugup sekaligus senang.
***
Dear diary,
Hari ini aku bercerita tentang dia pada mama. Mama marah besar. Kata mama aku masih kecil, tidak tahu apa-apa tentang cinta. Kata mama aku tidak boleh dekat-dekat lagi dengannya. Tidak boleh main bersamanya, bahkan tidak boleh sekedar meneleponnya. Aku sedih. Sedih sekali.
Kenapa?
Kenapa?
Kenapa?
Kenapa aku tidak boleh jatuh cinta padanya?
Kenapa?
Kenapa aku tidak boleh jatuh cinta pada perempuan pilihanku
Dia datang. Refleks aku tersenyum. Tapi senyumanku berangsur memudar melihat tiga orang di belakangnya. Pasti kami berdua tidak akan mengobrol banyak apabila dia datang bersama bapak-bapak itu. "Nasi campur empat" kata salah satu bapak yang berjanggut paling panjang. Aku tidak menjawab, hanya bergegas menyiapkan pesanan tersebut. Sekilas aku meliriknya, dia ternyata juga tengah memperhatikanku. Kurasakan pipiku memerah.
***
Aku agak kecewa mereka turut serta bersamaku. padahal mungkin ini kesempatan terakhirku bertemu dengannya. Terakhir? Sebenarnya hanya aku yang bisa menetukan apakah ini yang terakhir atau bukan. Tapi aku sudah sejauh ini. Hari H sudah dekat. Aku tidak bisa mundur lagi. Tidak bisa? Entahlah. Terlalu banyak pikiran di kepalaku. Mungkin semuanya tidak akan sesulit ini apabila aku bertemu dengannya lebih awal. Atau justru bertemu dengannya lebih awal pun tidak akan mengubah apa-apa? Aku mengenyahkan semua pikiran dari kepalaku dan mencoba fokus pada diskusi kami. Tapi mataku entah mengapa seperti terpaku ke arahnya. Dia sempat mencuri pandang padaku, kemudian membuang muka malu-malu. Manis sekali. Seandainya...
"Besok kita laksanakan." tepukan di bahu membuyarkanku dari lamunan.
Aku diam. Tidak menjawab. Dan pernyataan itu memang tidak membutuhkan jawaban.
***
Aku bersiap menutup warung ketika dari kejauhan aku melihatnya setengah berlari menuju arahku. Seperti biasa dia memberi salam yang kali ini kujawab sambil susah payah menyembunyikan senyumanku. "Masih ada nasi?" tanyanya. Aku mengangguk pelan. Kusiapkan nasi pesanannya sambil sesekali meliriknya. Dia nampak gelisah. Dia memang selalu kelihatan gelisah, tapi kali ini aku tahu ada sesuatu yang tidak beres. "Tadi bukannya sudah makan?" tanyaku saat menyodorkan piring ke meja di hadapannya. Dia hanya tersenyum sejenak, lalu menjawab, "Mumpung masih bisa." Mungkin karena melihatku mengernyit heran, dia kemudian menyambung singkat "Udah laper lagi". Aku tengah membereskan piring-piring yang baru selesai dicuci ketika tiba-tiba dia bertanya "Lagu ini yang nyanyi siapa ya?". Ini adalah lagu saat dia pertama datang ke sini kira-kira sebulan yang lalu. Aku ingat sekali. "Kalau dari suaranya sepertinya Chrisye."
Kalimat singkat darinya kemudian mampu membuatku terkejut, sekaligus senang. Sangat senang.
"Ini kan lagu yang sama seperti waktu saya pertama kali ke sini."
Ah, dia juga ingat rupanya.
***
Hari ini akhirnya tiba juga. Untuk beberapa menit otakku memutar ulang kembali sepotong demi sepotong peristiwa kemarin sore. Sore yang mungkin adalah sore paling indah buatku. Padahal tidak ada apa-apa. Hanya obrolan-obrolan singkat, tentang lagu, tentang harga-harga yang naik, tapi entah kenapa saat itu rasa bahagia memenuhi dadaku. Bahkan hanya membayangkannya kembali seperti ini pun aku masih bisa merasakan bahagia itu.
Tapi aku tahu semuanya hanya kebahagiaan fana. Karena bahagia yang abadi adalah episode setelah ini.
Aku melangkah mantap. Apapun tidak akan menghentikan perjuanganku. Apapun.
"Allahu Akbar"
....
***
Ketukan di pintu membuatku beranjak dari depan TV yang tengah menayangkan berita bom bunuh diri terbaru. Aku bertanya-tanya siapa yang datang. Ini masih terlalu pagi untuk sarapan, warung juga belum waktunya buka.
Bapak penjaga masjid berdiri di luar, mengucap salam lalu mengulurkan amplop putih. Aku bisa merasakan senyum tersungging di bibirku saat bapak itu menyebut amplop itu adalah dari pemuda yang sebulan ini memenuhi pikiranku, ya amplop itu darinya. "Tadi dititipkan setelah selesai sholat Shubuh berjamaah". Kuucapkan terimakasih lalu kembali masuk ke dalam rumah. Bisa kurasakan jantungku berdebar lebih cepat dari yang seharusnya. Kubuka amplop itu perlahan. Sepucuk surat. Isinya hanya bacaan basmalah dalam tulisan arab dan sepotong kalimat,
"Kini telah kujumpa, air sejuk pelepas haus dahaga"
Entah kenapa airmataku menetes. Mungkin karena aku tahu, ini bukan surat cinta.
Ini adalah malam ketiga sejak kamu kembali ke kotamu,
malam ketiga aku harus kembali tidur sendiri
Tidak, aku tidak menangis. Aku hanya terjaga tanpa melakukan apa-apa. Selain membayangkanmu, membayangkan kita. Dan membayangkan betapa hampanya saat aku harus bangun esok hari. Terbangun, lalu menyadari di sampingku tidak ada kamu lagi.
Waktu sudah menunjukkan pukul 3 dini hari. Aku menguap untuk yang kesekian kali. Iya, sesungguhnya aku merasakan kantuk yang amat sangat, tapi entah kenapa meski mataku sudah terpejam, aku tidak juga terlelap.
Ah tidak, aku tahu kenapa.
Karena
tidak ada bantal senyaman lenganmu,
tidak ada selimut sehangat pelukmu,
tidak ada tidur senyenyak bersamamu.
Maka yang bisa kulakukan hanya menunggu,
menunggumu kembali dan mengakhiri insomnia ini.
'Cause when you’re around I feel safe and warm
'Cause when you’re around I can fall in love every day
Obrolan 'ringan' bersamamu tidak pernah benar-benar ringan. Selalu lebih 'berbobot' dari yang seharusnya. Padahal kita hanya membicarakan tentang lagu, tapi buatku itu adalah obrolan yang berat. Berat karena aku harus bicara sambil terus menahan gejolak kupu-kupu di perutku. Berat karena selain mengobrol denganmu, aku tidak berhenti bermonolog dengan diriku sendiri.
aku: "Kenapa harus dia sih?"
aku: "Ya mana aku tau, aku kan juga ga bisa ngatur."
aku: "Ya tapi gimana kek, jauhin kek."
aku: :(
aku: "Nanti kamu sendiri yang sakit."
aku: :(
Dan yang paling berat dari semua adalah menahan diriku agar tidak lalu tiba-tiba memelukmu dan menumpahkan segala yang seharusnya hanya kusimpan sendiri.
Saat itu kamu tengah bercerita tentang lagu-lagu yang menurutmu sangat pas didengarkan saat hari mulai beranjak senja. Lagu-lagu yang sepi, mendayu-dayu, dan bisa membuat kita merenung sejenak tentang hari yang baru saja terlewati. Lalu kamu sampai pada satu lagu senja favoritmu.
"Ini lagunya cocok banget didengerin pulang kerja sore-sore. Pas lagi nyetir sendirian waktu senja terus langitnya warna jingga."
Dan kamu bersenandung kecil, "Hold back the night from us, cherish the light for us, don't let the shadows hold back the dawn.... Coba deh kamu cari terus dengerin. Bagus. Beneran"
Yang kamu tahu, aku menjawab dengan, "Okee, kapan-kapan aku cari kalo sempet."
Yang kamu tahu, kemudian kita kembali mengobrol 'ringan' dengan topik-topik sepele lainnya.
***
Yang tidak kamu tahu, saat itu juga aku langsung mencari lagu yang kamu maksud di internet.
Yang tidak kamu tahu, aku langsung mendownload dan menyimpannya di telepon genggamku,
agar bisa kudengarkan kapan saja.
Yang tidak kamu tahu, aku selalu memutar lagu itu.
Tidak hanya saat senja dan langit berwarna jingga,
Malam ini entah malam Sabtu yang keberapa. Datang ke kafe ini seminggu sekali sudah jadi agenda rutinku beberapa bulan terakhir.
Berdua dengan kakak lelakiku yang selalu setia menemani kemana aku pergi, kami selalu duduk meja yang sama setiap minggunya. Kata kakakku dari sinilah panggung live music paling jelas telihat. Aku tinggal mengarahkan pandangan lurus ke depan, dan di sanalah kamu berada, memetik gitarmu, memainkan lagu-lagu indah yang aku tidak pernah tahu judulnya.
Kami selalu datang beberapa menit sebelum pertunjukanmu mulai, agar aku tidak kelewatan satu lagupun. Sambil menunggumu mulai bermain, aku memesan minuman. Selalu memesan minuman yang sama, tapi tidak pernah memesan makanan. Konsentrasiku mendengarkan permainanmu pasti akan buyar sementara aku bersusah payah menyendoki makanan keparat di depanku.
Terdengar tepuk tangan di sana sini pertanda kamu mulai naik ke panggung kecil di depan. Setelah berbasa basi sejenak menyapa pengunjung, kamu mulai memetik gitar. Dan tepat saat itu juga dimulailah momen yang bagiku sangat magis. Mendengarkan suara gitarmu entah kenapa bisa membuatku sangat, sangat tenang. Damai sekali. Padahal papa juga sering memainkan lagu dengan piano untukku, tapi rasanya sungguh berbeda. Mendengarkanmu bermain gitar aku merasa seperti tengah bertemu kawan lama yang lama tidak berjumpa. Seperti merasakan hujan jatuh di kepalaku setelah terik seharian. Seperti kembali ke rumah setelah beberapa minggu bepergian.
Seperti pulang. Nyaman.
Lagu terakhir yang kamu mainkan malam ini belum pernah aku dengar sebelumnya. Mungkin kamu baru pertama kali memainkannya di sini. Berapa lama kamu mempelajarinya? Susahkah? Ah sungguh aku sebenarnya ingin tahu banyak tentangmu. Tapi mendengarkanmu memainkannya saja sudah cukup, tak perlulah aku tahu apa-apa lagi. "What you don't know won't hurt you", begitu kata pepatah yang pernah kudengar.
Setelah lagu berakhir, terdengar tepuk tangan panjang. Aku juga ikut bertepuk tangan dengan penuh semangat. Lagu barusan memang indah sekali. Rasanya aku sampai ingin menangis mendengarnya, seperti ada yang tercekat di tenggorokanku. Ha ha ha, aku memang melankolis. Memalukan.
Aku dan kakakku biasanya akan langsung pulang begitu lagu terakhirmu selesai dimainkan, tapi malam ini rupanya memang bukan malam 'biasa'.
"Mas ke toilet bentar ya. Kamu duduk aja ngga usah ke mana2"
Lalu aku pun menunggu dengan was-was. Agak takut. Aku takut sendirian.
"Itu pacar kamu?" sebuah suara tiba-tiba menyapaku. Aku diam saja.kakakku selalu mengingatkanku untuk tidak berbicara pada orang asing. Tapi bagiku kamu bukan orang asing.
"Hah?" Ekspresiku pasti persis seperti orang tolol. Sial.
"Aku liat kamu dateng tiap kali aku main. Sama cowo yang sama di meja yang sama."
"Mmm iya"
"Iya dia pacar kamu? Tapi kok tiap dateng diem2an doank"
"Oh, maksudnya bukan. Dia kakakku." Bisa kurasakan wajahku merah padam. Sial. Sial. Sial. Kenapa musti salting sih?
"Oooh"
Lalu jeda.
Lama.
Mungkin hanya beberapa detik tapi bagiku terasa sangat lamaaaaaaaaaaaa...
Kenapa sih aku? Padahal ini adalah saat yg sangat aku nantikan. Saat aku akhirnya bisa berbincang denganmu. Tapi di bayanganku obrolan kita bisa mengalir begitu saja. Bukan seperti ini. Bibirku kelu, otak beku, aku seperti terpaku, bahkan berkedip pun sepertinya tidak.
"Lagu yang terakhir judulnya apa? bagus" akhirnya aku memberanikan diri membuka suara.
"Ada deeeeh" katamu dengan nada menggoda, berusaha mencairkan suasanan yang kaku.
"Diiih pelit amat" entah bagaimana kecanggunganku hilang seketika. Kamu memang orang yang menyenangkan, tepat seperti khayalanku.
"Mau tau aja apa mau tau banget?"
"Hahahahaha" aku tertawa mendengar gurauanmu
"Hehehe malah ketawa." Kamu diam sejenak sebelum akhirnya berkata, "Jalan sama aku dulu baru aku kasih tau"
"Hah?"
"Iya, ngedate dulu sama aku, nanti aku kasih tau judulnya"
Aku terdiam. Aku tahu seharusnya aku senang mendengar ajakanmu, tapi....
"Kok malah diem? Oiyaaa, malah belum kenalan kita. Namaku Reno."
Aku tetap diam. Bingung harus bersikap seperti apa.
"Sombong banget, masa jabatan tangan aja ngga mau."
Aku menghela nafas. Sejak awal kamu menyapa aku tahu saat ini pasti akan datang. Aku berpikir sejenak, tapi akhirnya kuputuskan mengulurkan tanganku, "Kania"
Jeda beberapa detik.
"Hei, bercanda ya? Tanganku di sini"
Tepat seperti dugaanku, aku menyodorkan tangan ke arah yang salah.
Yang aku tahu kemudian, kakakku datang, memapahku untuk berdiri dan menuntunku berjalan meninggalkan kafe. Aku tidak sanggup membayangkan bagaimana wajahmu saat itu. Pun wajahku sendiri.
Aku malu sekali.
Ah, tidak. Aku tidak boleh menangis.
***
"Semalem mas ke sana"
Sudah 3 minggu aku tidak pernah ke sana lagi. Rasanya terlalu sakit untuk kembali.
"Dia titip salam"
Aku diam, memandang ke jendela. Atau mungkin sebenarnya aku memandangi dinding karena aku tidak pernah tahu arah jendela kamarku berada.
"Sama titip sesuatu."
Aku masih diam.
"CD"
Beberapa detik setelah kakakku mengucapkannya, di kamarku terdengar petikan gitarnya.
Lagu yang terakhir kali dia mainkan tempo hari.
Dan aku pun mengalami moment magis itu lagi. Tapi kali ini bukan tenang yang aku rasakan.
Sakit.
Dadaku seperti ditekan.
Sakit sekali rasanya.
Sakit sampai ulu hati.
"Ada suratnya. Mau Mas bacain?"
Aku diam beberapa saat. Tapi kemudian mengangguk sambil menggigit bibir bawahku kuat-kuat. Berharap dengan begitu airmataku urung untuk turun.
"Halo Kania, ini judulnya River Flows in You. Kapan ke kafe lagi? Reno."
Persis seperti khayalanku. Tembok putih bersih dengan cermin besar sampai ke langit-langit di satu sisinya. Lantai kayu yang hangat. Satu tempat tidur besar berseprai putih dan bantal-bantal bersarung merah maroon. Satu dapur kecil bersih dengan aroma roti yang baru matang memenuhi ruangan. harum. Di dekatnya ada meja makan kecil dengan dua cangkir kopi di atasnya. Salah satu cangkir itu milikku, aku tahu. Satu milik entah siapa. Sebuah kulkas dua pintu yang penuh foto-foto dan post it note ditempelkan dengan magnet berbentuk buah-buahan.
"Cepet pulang yaa :)"
Aku membaca salah satunya. Tulisan tanganku, aku tahu.
Di suatu sudut lain aku melihat satu rak buku besar. Di sana berjejer komik dan berbagai bacaan koleksiku. Tidak jauh dari situ ada pintu yang mengarah ke luar, ke sebuah balkon dengan kursi rotan yang tampak sangat nyaman diduduki. Aku berpikir untuk mengambil sebuah buku lalu duduk di kursi itu, membaca sampai lupa waktu. Tapi satu suara dari ruangan lain membuatku mengurungkan niatku.
Satu ruangan lagi, dengan satu sofa besar dan satu televisi layar datar yang tengah memutar salah satu film favoritku, tepat pada adegan favoritku:
Andy Dufresne: You know what the Mexicans say about the Pacific? Red: No. Andy Dufresne: They say it has no memory. That's where I want to live the rest of my life. A warm place with no memory.
Ada seseorang duduk di sofa. Aku berjalan mendekat, dan indera penciumanku menangkap aroma wewangian yg tidak asing. Orang di sofa itu menoleh ke belakang, ke arahku. dan tersenyum. Ah, aku ingat senyum itu. Senyum paling meneduhkan yang pernah aku lihat.
"Kamu?" Hanya kata itu yang mampu keluar
Dia memberi isyarat agar aku beranjak ke sebelahnya. Bagai dihipnotis aku duduk di bagian sofa yang tadi dia tepuk dengan sebelah tangannya. Tepat di sebelah kirinya.
"Kamu?" Lagi-lagi hanya kata itu yang mampu aku ucapkan.
"Katanya tadi suruh cepet pulang" Tangannya menyibak helai anak rambut yang jatuh menutupi mataku, sambil tetap tersenyum dan memandangku lekat.
"Ini dimana?"
"Utopia."
***
EPILOG:
Sungguh tempat yang indah.
Terlalu indah bahkan.
Aku mengarahkan telunjuk dan ibu jariku ke sekelumit kulit di tangan, "Jika ini mimpi, maka aku tidak akan pernah mau untuk bangun lagi. Jika ini nyata, maka aku akan menenggak kafein sebanyak yg kubisa agar tetap terjaga"
Lalu aku mencubit lenganku....
.................................
tidak terasa apa-apa.
hadirmu, senyumku, rinduku, khayalku.
utopia.
P.S. utopia menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia: sistem sosial politik yg sempurna yg hanya ada dl bayangan (khayalan) dan sulit atau tidak mungkin diwujudkan dl kenyataan(nomina)
Itulah satu kata yg selalu dia gunakan untuk mendeskripsikan tentang dirinya. Mengembarai apa aku juga kurang paham, karena setauku dia tidak pernah pergi kemanapun selain sesekali berlibur ke luar kota. Tapi yang jelas, kata itu yang selalu dia pilih untuk menjawab pertanyaan berjenis "pilih satu kata yang paling menggambarkan dirimu". Kata itu pula yang dia gunakan untuk mengisi kolom "About Me" di akun jejaring sosialnya. Tapi maksudnya apa, sungguh aku tidak pernah tahu. Sampai hari ini.
"Aku pengembara yang mencari jalan pulang ke rumah" jelasnya saat aku menanyakan maksud diksi itu. Aku, yang tidak punya setetespun darah sastra yang mengalir di tubuhku, hanya bisa diam mendengarkannya berfilosofi tentang apa yang dia sebut 'rumah', dan tentang keinginan terbesarnya dalam hidup, yakni menemukan 'rumah' itu.
"Kalau kamu, apa keinginan terbesarmu?" tanyanya usai merampungkan penjelasan panjang lebar nan filosofis tentang per'rumah'an. Aku tidak langsung menjawab, melainkan menatap matanya lekat2. Lama. Dia salah tingkah, membuang pandangan sambil membenarkan anak rambut yang jatuh di keningnya.
"Aku mau nemenin kamu mengembara mencari jalan pulang ke rumah" Dia tampak kaget mendengar jawabanku, dan ganti menatapku dengan pandangan ah-masa-sih-yang-bener-kamu.
"Boleh?" tanyaku kemudian.
Yang dijawab dengan anggukan kecil dari wajahnya yang memerah.
***
Pertanyaanku 6 bulan kemudian dia jawab dengan gelengan kepala. Tidak, aku bahkan belum sempat menanyakan apa2. Aku baru membuka kotak kecil yang aku simpan di sakuku sejak seminggu lalu. menunggu waktu yang tepat dan keberanian yang cukup untuk mengeluarkannya.
"Maaf, tapi apapun yang kamu minta kali ini, aku ngga bisa"
"Kenapa?"
"Kamu kan tau, aku ga bisa terikat, aku ini pengemba..."
"AKU TAU!" aku memotong kalimatnya, "Udah ratusan bahkan ribuan kali kamu bilang kamu pengembara bla bla bla nyari jalan pulang bla bla bla...aku tau...tapi sampai kapan? kamu mau nyarinya sampai kapan?"
"Sampai aku nemu..."
"Nemu apa?"
"Rumah..."
Jawaban terakhir itu membuatku enggan mendebatnya lagi. Yang bisa aku tangkap dengan telinga awam ini dari penjelasannya tentang 'rumah' tempo hari adalah, dia mencari tempat, orang, atau keadaan yang bisa membuatnya nyaman, membuatnya merasa 'pulang'. Dan rasanya aku cukup percaya diri menyatakan bahwa aku bisa menjadi semua yang dia cari dalam pengembaraannya. Tapi dari jawaban terakhirnya tadi, aku sadar ternyata aku salah. Entah 'rumah' seperti apa yg dia cari, yang jelas itu bukan aku.
Aku berlalu meninggalkannya. Berharap dia akan mengejar atau memanggil namaku, meminta untuk kembali, mengatakan bahwa dia berubah pikiran.....
Tapi tak satupun dia lakukan.
Pengembara itu tetap duduk diam.
***
Sebulan terakhir aku tidak merasakan apa-apa selain hampa. Kosong. Hitam putih tanpa warna. Selongsong raga tanpa jiwa. Aku kehilangan segalanya. Lelucon-leluconnya, filosofi2 yang selalu sulit kupahami, umpatan-umpatannya tentang apapun yang tidak dia suka, keluh-kesahnya tentang hidup dan pekerjaan. Dan yang lebih penting dari semua itu, aku kehilangan semangat hidupku.
Setelah menimbang beberapa detik, akhirnya aku mengambil ponsel, mencari namanya di daftar kontakku dan mengetik satu kalimat pendek.
Sent.
***
Dua jam setelah mengirim pesan singkat itu aku masih menunggu balasan darinya.
Tidak ada.
***
Pukul 11.11 malam bel rumahku berdering. Aku beranjak dari sofaku dengan enggan, sambil menggerutu tentang orang tidak tau sopan santun yang bertamu selarut ini. Perlahan aku membuka pintu dan terkejut mendapatinya berdiri di depan. Bisa kulihat matanya sedikit sembab.
"Handphoneku tadi mati terus baru dinyalain waktu udah sampe rumah dan udah malem banget terus baru baca sms kamu terus..." dia tidak melanjutkan kata-katanya.
"Kamu nulis apa tadi?" tanyanya setelah terdiam beberapa detik.
"Katanya udah baca.."
"Maunya denger langsung"
Aku menarik nafas sejenak, menatapnya dalam2. "Home, is where the heart is" ujarku sambil tersenyum.
Dia balas tersenyum sambil mengusap airmatanya yang terjatuh, kemudian memelukku dan berkata:
And doesn't that sound familiar? Doesn't that hit too close to home?
Doesn't that make you shiver; the way things could've gone?
And doesn't it feel peculiar when everyone wants a little more?
And so that I do remember to never go that far, Could you leave me with a scar?
sampe sekarang ngga pernah ngerti lagu ini maksudnya apa, but I just love it!
bo'ong banget kalo saya bilang ini surat cinta! ini BUKAN surat cinta!
ini surat protes! ini surat benci!
iya! saya benci banget sama kamu!
selalu datang di saat2 yang salah!
bikin saya kintir sama orang yang salah!
bikin saya ngerasa jadi kaya tersangka yg terbukti bersalah!
saya benci kamu!
iya kamu!
iya benci!
tapi, kata orang batasnya cinta sama benci tipis sekali
jadi saya ngga tau pasti, perasaan saya ke kamu ini beneran benci
atau justru cinta yg terlalu menjadi?
yang saya tau, sebesar apapun kamu saya benci
saya tetap minta kamu jangan pernah pergi
karena sepertinya itu kamu
yang bikin saya bertahan sampai hari ini
*lalu tiba-tiba muncul Delon
*nyanyik
*dan bilaaa aku berdiri tegar sampai hari iniii bukaaaan karna kuat dan hebatkuuu semuaaaa karena cintaaa, semwa karena cintaaa tak mampuuu dirikuuu dapat berdiri tegar
Aku suka sekali bangun pagi-pagi hanya untuk memandangi wajahmu yang masih tertidur pulas di sampingku. Menunggumu membuka mata, lalu melihat padaku dan berkata, "Kok udah bangun?"
Karena hanya pada saat itulah aku menyadari
kenyataan kadang bisa jauh lebih indah daripada mimpi
kenyataan bahwa
untuk bisa bersamamu
aku tidak harus bermimpi.
kalo ada istilah 'love at the first sight', saya percaya seharusnya ada juga istilah 'love at the first hearing'
bukan.
saya bukan lagi ngomongin cinta2an cowo-cewe
tapi cinta2an cowo-cowo.
lho?
ah sudahlah.
maksud saya adalah 'love at the first hearing' sama sebuah lagu.
ga cuma sekali-dua kali saya denger suatu lagu terus langsung jatuh cinta.
tapi sering.
banget malah.
kejadian yang sering terjadi biasanya adalah seperti di bawah ini:
1. lagu2nya ga sengaja saya denger di radio
2. biasanyaaa lagu2 nan jatuhcinta-able itu bukan jenis lagu 'mainstream', jadi jangan harap ada yg langsung bisa memberi informasi akurat ketika saya pertama kali denger lagunya, trus jatuh cinta, trus tanya ke sana sini 'eh ini lagunya siapa? judulnya apa?'
3. biasanya sih kelanjutan dari adegan tersebut adalah saya akan mati2an nangkep lirik lagunya dengan bermodalkan TOEFL saya yang 543 ini, soalnya rata2 lagu yg bikin saya jatuh cinta itu berbahasa inggris, sodara2 (btw itu skor toefl penting ya Dhik ditulis?)
4. nah abis nangkep liriknya dikit2, baru deh googling. TARAAAAA KETEMUU \:D/ trus dari judul lanjut cari lirik, lanjut cari video di youtube, terus lanjut download mp3nya deeeh *pembajakdetected*
tapi sayang, TOEFL 543 (disebut lagiiii) kadang masih belum cukup buat bisa nangkep penggalan lirik lagu. jadi biasanya saya cuma bisa harap2 cemas semoga nanti di akhir lagu si penyiar nyebutin judul lagu+penyanyinya
atau kadang saya ngebela2in sms ke radionya: "lagu yg diputer kira2 3menit yg lalu, yang penyanyinya cewe, yang sebelum iklan kompor HOCK, judulnya apa ya?". Yang sampe sekarang belum pernah kejadian tuh ada sms saya yg dibales, GRAOOO
atau kalo pas teman saya ada yg punya hp Sony Erricson W series yg ada aplikasi track ID-nya:
langsung samber hpnya --> rekam lagu --> cek pake Track ID (via internet) --> lamaaaaaaa --> not responding --> ternyata hpnya ga ada pulsa --> bunuh teman yg bersangkutan
atau kalo ngga bisa semua, pasti sebulan ke depan saya cuma mau dengerin stasiun radio itu doank, sambil berdoa semoga ntar lagunya bakal diputer lagi. oya, plus guna menghibur diri perlu juga tuh sambil cari2 info di internet bahwa belum pernah beneran ada orang yg mati krn penasaran.
yaah, intinya kalo udah 'love at the first hearing' saya pasti bakal berusaha nyari lagunya sampe dapet
ada lhoo lagu yg dari jaman kuliah sampe sekarang saya belum nemu2 juga judulnya, gara2 cuma denger beberapa kali di SwaragamaFM Yogyakarta (belum pernah denger ada radio lain yg pernah muterin barang sekalipun), dan apesnya toefl 543 ini (*digetokmassal*) hanya mampu menangkap lirik "love, love, love" yg mana sangatlah tidak membantu.
hanya Tuhan yang tahu kapan akhirnya saya bisa nemuin judul lagu itu
inti dari post panjang-dan-amat-sangat-ngga-penting ini sebenernya adalah saya mau sharing salah satu lagu 'love at the first hearing' saya nih
kalo yang ini saya dapet ga pake perjuangan berdarah-darah gitu sih
saya inget, lagu ini saya nemunya di profil friendster kakak kelas kuliah saya (iyaaa, udah dulu banget, awal2 saya kuliah, pas masih jaman kejayaan friendster)
pas buka profil fs (ceilee ef-es) si kakak kelas yg lucu itu, eeeh ada keluar lagunya lucu,
akhirnya malah ga jadi liat2 profil si masnya deh
lagunya ear-catching banget. denger intronya aja saya langsung suka
lucu
unik
trus pas liat video klipnya di youtube juga baguuuuusss
dan lagu ini ga bosen2 saya dengerin lhoo
fyi, dari saya awal kuliah sampe sekarang udah 2tahun sejak lulus, lagu ini adalah satu dari 2 lagu yang selalu ada di setiap hp maupun mp3 player/ipod saya. satunya lagi itu lagu punya Missy Higgins, judulnya 'Scar'.
sebenernya masih pingin cerita banyak, tapi pasti yg baca pasti udah males ya, haha (UDAH DARI TADI!!!)
yaudah, sok atuh diliat video klipnya sambil didengerin lagunya
Sudah 3 minggu berlalu sejak deretan kafe di sepanjang jalan ini semua mulai memutar lagu berbau Natal setiap malam. Membosankan.
Tapi khusus malam ini, aku menarik kembali statement terakhirku barusan. Sama sekali tidak membosankan. Pertama, karena sekaranglah malam yang paling tepat untuk memutar lagu-lagu itu, malam yang konon katanya adalah malam kudus.
Kedua, karena aku mendengarkannya bersamamu.
Entah apa yang terjadi jika tadi aku tidak mengajakmu keluar makan. Sendirian di malam natal, jauh dari rumah, tak ada pohon natal, tak ada jamuan makan malam sekeluarga, dan tak ada menyanyi lagu natal bersama rasanya adalah alasan yang cukup. Untuk bunuh diri.
"Sedih ngga malam natal gini sendirian?" kamu seakan bisa membaca pikiranku.
"Enggaklah. Biasa aja." jawabku sembari menghisap batang rokok ketiga malam ini.
"Masa sih? Malam natal sendirian, jauh dari rumah, ngga ada pohon natal, ngga makan malem rame2 sama keluarga, ngga nyanyi2 lagu natal bareng gitu kamu ngga sedih?"
Aku curiga jangan-jangan kamu keturunan cenayang.
"Sedih sih, tapi dikit."
"Kalo aku jadi kamu udah bunuh diri kali ya"
Sepertinya kamu memang keturunan cenayang.
"Harapanmu buat Natal kali ini apa?" tanyamu lagi. Pertanyaan yang terlalu mudah.
"Aku ingin bisa menghabiskan malam2 natal selanjutnya bersamamu." jawabku. Dalam hati. Tentu saja. Aku tidak akan mungkin mengatakannya.
"Hmmm, apa ya?"
Lalu ada jeda kurang lebih 5menit.
"Apaaaaa, aku nungguin jawabannya tauuu."
"Aku ingin ketemu Santa"
"Hah? Kamu percaya kaya gituan? Santaklaus?"
"Aku kan ngga bilang aku percaya, cuma bilang pingin ketemu."
"Ya tapi kan kalau sampai pingin ketemu berarti kamu percayaaaa..."
"Ya justru itu nunjukin aku ngga percaya. Karena ngga percaya jadi pingin ketemu buat membuktikan. Setelah ketemu beneran, baru bisa percaya"
"Terserah kamu deh!" Kamu memasang wajah dongkol yang dibuat-buat. Manis sekali. "Kenapa pingin ketemu santa?"
Aku mengambil nafas agak panjang sebelum menjawab.
"Untuk meyakinkan bahwa ada hal-hal yang sepertinya tidak mungkin, bisa menjadi mungkin."
"Maksudnya?"
"Santa kan cuma dongeng, ngga mungkin bener ada atau nyata. Tapi kalau sampai aku beneran ketemu dia, artinya akan ada ketidakmungkinan-ketidakmungkinan lain yang bisa jadi kenyataan"
"Duh, ribet bener ya ngomong sama kamu. Bahasanya beraaaat."
"Hahaha" Aku tertawa basa-basi.
"Kriiing!!" Tiba-tiba handphonemu berdering.
"Halo, assalamualaikum..." dan kamu pun berjalan menjauh. Cukup untuk membuatku tahu siapa yang menelpon.
"Aku harus balik nih. Bentar lagi dia jemput ke sini."
"Oh, oke ngga papa kok."
Sebelum pergi kamu tersenyum beberapa saat, menatapku, dan berujar "Selamat Natal ya"
Ucapan itu terasa sangat indah karena kamu yang mengucapkan, bukan orang lain. Tapi sekaligus ironis, karena keluar dari mulut seorang gadis yang justru tidak merayakan natal.
"Hiii, kan ngga boleh kamu ngucapin selamat natal, dosa lho ntar" aku menggodamu.
"Ini atas nama Tri Kerukunan Umat Beragama poin pertama tauuuuu"
Lalu kita tertawa bersama untuk beberapa saat.
"Semoga ketemu Santa-nya ya" Kamu mengecup pipiku sekilas sebelum akhirnya berjalan meninggalkan kafe.
Ah.
Rasanya Santa tidak perlu datang.
Ini sudah lebih dari cukup.
Dari jendela kafe aku bisa melihatmu menunggu di trotoar depan. Tak lama mobilnya muncul dan berhenti tepat di depanmu. Dia muncul dari dalam mobil, membukakan pintu untukmu. Menggenggam tanganmu. Mengecup keningmu.
Tidak.
Aku tarik kembali kata-kataku barusan.
Santa harus datang.
Dan aku harus bertemu dengannya.
Siapa tahu setelah itu ada ketidakmungkinan lain yang bisa diwujudkan.
Seperti misalnya,
menghabiskan malam2 Natal selanjutnya
bersamamu.
entah kenapa, tapi bulan ini rasanya selalu memberi semangat tersendiri
bukan buat saya aja sih kayanya, buat semua orang,
Eh, iya ga sih?
mungkin karena bulan terakhir di suatu tahun ya,
jadi rasanya Desember adl saat yg tepat untuk sedikit mengedurkan urat saraf setelah 11 bulan berjuang membanting tulang di tengah kerasnya perjuangan hidup (halah)
dan mungkin karena, kalo Desember datang artinya udah dekat sama tahun yang baru!
rasanya excited aja menyambut sesuatu yg baru, resolusi baru, semangat baru
saya suka bulan Desember udah dari kecil
mungkin lebih tepatnya suka Desember karena ada Natal ya
walaupun ga merayakan, tapi menurut saya libur Natal selalu menyenangkan dan sgt saya nantikan
waktu kecil sih alesan sukanya sederhana: pas Desember apalagi deket2 Natal itu banyak film kartun dan film2 keluarga yg bagus2 di tipi
hihihihi, bocah bgt ya alesannya. bodo ah
trus jaman sekolah dan kuliah suka karena Desember+Natal biasanya banyak libur
apalagi pas jaman kuliah dulu kan lumayan tuh bisa lamaan mudiknya
trus nih, setelah lulus kuliah dengan predikat CUMLAUDE (penting ya Dhik ditulis?)
entah kenapa bulan Desember ini selalu jadi bulan saya memulai 'hidup baru'
pekerjaan pertama dulu saya mulai kerjanya bulan Desember
pekerjaan kedua juga gt, mulai masuk kerja Desember juga
apakah ini pertanda kelak saya akan memulai "hidup baru" yg bener2 hidup baru bulan Desember juga? :")
soalnya dulu kan suka bilang "ntar aku nikahnya 20-12-2012"
mueheheheee aaaaamiiin
(sama sapa tapi Dhik? udah ada calonnya belom? | ...oiya ya... #kemudianhening)
Nah apalagi dulu pernah naksir cowo yg lahirnya deket2 Natal dan namanya berbau2 christmas gituuu (cikitiww)
etapi itu udah jaman duluuuuuuu kok, hehe
tenaaaaaaaaaaaaaaang saya sudah move on, pemirsa :'D
tapi gara2 itu jg rasanya saya jadi tambah punya 'ikatan' sama bulan yg satu ini
Kalo Desember tahun ini, bisa dibilang saya juga memulai 'hidup baru', walaupun ngga baru2 amat
karena saya dikasih kesempatan kedua buat membuktikan diri saya. eh ini dalam hal kerjaan ya FYI
berasa kaya mulai lagi dari 0 lagi soalnya 4bulan terakhir emang supermegademotivasi, kerja jg asal jadi aja gt
tapi udah saya niatin ga kaya gt lagi kok
semangat saya membara layaknya dulu pertama dateng ke area, hehe amin
hmmm,
terakhir yg saya suka dari Desember adalah film2 romantis Natal plus lagu2 Natal yg entah kenapa kok menurut saya bagus2 ya :D
sekali lagi saya emang ga merayakan Natal, tp boleh dong nonton film sm dengerin lagunya
kalo film sejauh ini Love Actually, sangat menyentuh pemirsa :')
kalo lagu dulu saya suka All I Want For Christmas Is You (iyaaaa, emang ditujukan buat si Christmas-Birthday-Boy)
Tapi kmrn ga sengaja saya denger lagu Natal lain yg lebih okee
Indah larik pelangi
Seusai hujan membuka hari
Samar dirajut mega
Garis wajahmu lembut tercipta
Telah jauh kutempuh perjalanan
Bawa sebentuk cinta
Menjemput impian
Desau rindu meresap
Kenangan haru kudekap
Semakin dekat tuntaskan penantian
Kekasih, aku pulang
Menjemput impian
Kau dan aku jadi satu
arungi laut biru
Tak kan ada yang kuasa mengusik haluannya
Kau dan aku jadi satu
Sambut datangku
Sekian lama waktu telah mengurai makna
Cinta kita gemerlap terasah masa
Kan kubuat prasasti dari tulusnya janji
Walau apa terjadi tetap tegak berdiri
entah bagaimana cuaca selalu tiba-tiba mendung setiap ada kamu.
tapi tidak pernah sampai hujan.
padahal kalau saja turun hujan, banyak sekali yang bisa kita lakukan. Berdua saja.
kita bisa berjalan bersisian di bawah payung yang kaupegangkan.
Dan kamu tiba-tiba menggandengku saat kita akan menyeberang
Hal yang tidak mungkin terjadi di hari biasa, karena selalu kamu berjalan di depan dan aku mengikuti di belakang
Memandangi punggungmu, sambil bertanya-tanya
bagaimana ya rasanya memeluknya
atau aku bisa pura-pura kedinginan
siapa tahu kamu tergerak meminjami jaketmu
lalu bisa kubawa pulang dengan alasan mau dicucikan
dan aku pun punya lebih banyak waktu untuk bisa menciumi wangi tubuhmu
atau mungkin karena terjebak hujan kita berteduh di sebuah emperan
lalu mengobrol tentang apa saja, berdua.
aku membayangkan kamu asik bercerita, sementara aku khusyuk berdoa semoga hujan tak kunjung reda
hanya agar kita bisa bersama lebih lama
atau bisa juga
saat turun hujan kita tidak perlu melakukan apa-apa
selain duduk di sofa, berpelukan, sambil memandang ke luar jendela.
seharian.
entah bagaimana cuaca selalu tiba-tiba mendung setiap ada kamu
tapi sayang
tidak pernah sampai hujan.
So keep me in your bed all day,
nothing heals me like you do Heather Nova - London Rain (Nothing Heals Me Like You Do)