konon pecinta kopi sejati bisa menikmati rasa kopi yang asli, tanpa ditambah embel-embel apa-apa. Murni bubuk kopi yang diseduh dengan air 95 derajat celcius (berdasarkan praktikum Ilmu Bahan Makanan, itu adalah suhu terbaik untuk menyeduh kopi, karena bisa menghasilkan rasa paling enak). sedangkan saya justru suka kopi yang ditambah gula dan susu atau krimer. bahkan lebih sering, kopi yang saya minum adalah kopi instan 3 in 1 yang banyak dijual di pasaran.
maka saya tidak pernah mengklaim bahwa saya adalah pecinta kopi, atau penikmat kopi.
saya hanyalah peminum kopi.
Ngomong-ngomong soal kopi, cerpen Filosofi Kopi karangan mbak Dewi Lestari punya ikatan emosional tersendiri buat saya. karena jauh sebelum membaca cerpen itu, saya juga punya filosofi sendiri tentang kopi , tentang hidup, dan tentang saya.
jika saya adalah kopi, saya pasti bukan lagi kopi murni. sudah terlalu banyak tambahan-tambahan di dalamnya. saya bukan gadis 'lugu' dan 'polos' yang melulu berbaik sangka pada keadaan sekitar saya. kedengarannya skeptis sih, tapi bukankah hidup itu memang keras? tidak semua tokoh di dalamnya adalah protagonis. tidak pula saya (ehem).
walaupun bukan lagi kopi murni, tapi tambahan-tambahan yang saya dapat tidak lalu menjadikan saya lebih buruk (amin), saya adalah kopi dengan pelengkap ini itu yang juga ingin menyenangkan orang2 di sekitar saya, walau tetap tidak semua orang bisa menyukainya.
we can't please everybody, can we?
Dan jika hidup saya diibaratkan dengan kopi, saya tidak mau hidup saya pahit (walaupun nikmat) tanpa variasi layaknya kopi murni. saya mau di sela2 pahitnya, masih ada rasa manis dari gula atau krimer atau susu yang telah ditambahkan. dan tetap nikmat saya sesap sampai tetes terakhirnya.
Ya, saya mau hidup saya seperti itu,
seperti kopi instan 3 in 1 yang saya minum pagi ini.
"Di dunia ini tidak ada yang abadi, kecuali perubahan."
saya lupa pernah baca quote itu di mana, tapi yang jelas bukan di truk. kalo tulisan di truk yang pernah saya baca beberapa di antaranya:
'bekas tapi puas'
'kutunggu jandamu'
'papa pulang, mama basah',
'pulang malu, tak pulang rindu'
'2 anak cukup, 2 istri bangkrut'
'BE YOUNG CARE ROCK' > Biang Kerok
'Alone By Must' > Alon bae Mas
'Mencari nafkah demi desah',
'JANDA 1/3 DISC' > Janda seperti gadis
....
oke, hentikan saya.
saya mau cerita dikit nih. jadi ceritanya kira-kira 3-4tahun lalu, saya pernah dites psikologi sama teman saya gitu, yang buat nentuin sifat dasar kita gitu deeh. hasilnya saya bersifat sanguinis - plegmatis. artinya saya orang ceria+banyak bicara (sanguin) dan cinta damai+suka menghinari konflik (plegmatis). teruus, kemaren saya ikut kuis gituan lagi ('gituan' sounds wrong ngga sih :/), hasilnya saat ini saya adalah seorang sanguinis-koleris. koleris itu keras kepala, bossy, sifat2 leader gt sih..
walopun itu cuma kuis dan ga sepenuhnya bener, tp setelah saya liat lebih dalam lg ke dalam diri saya (tsaaahh), emang sih saya banyak berubah. jadi lebih keras, susah percaya sama orang, sama suka main suruh2 orang. bukan berarti koleris itu jelek sih, cuma kaget aja, koleris sama plegmatis kan jauh banget ya :O
terus saya jg jadi agak sombong. misal nih, mentang2 sama perusahaan dikasih mobil, saya jd suka memandang rendah para pengguna motor. bukan memandang rendah yg gimana, tapi sering merepet sama mereka, misuh2, dll. kaya ngga inget aja kalo dulu saya naik motor juga, dan bawa motornya juga ga melulu bener.
nah, sebentar lagi saya bakal kembali ke masa-masa naik motor itu. semoga saya bisa lebih bijak berkendara karena udah paham sudut pandang pengguna mobil
ini saya nulis apa juga saya bingung.
iya saya lagi bingung. mungkin gara2 hidup saya bakal berubah (lagi) ya. masih wondering gimana nanti saya ke depan, yang biasa ke mana2 naek mobil, adem. bakal balik lagi naik motor+angkot+bus panas2an . yang biasa apa2 dibeli ga pake mikir, duit tinggal warwer-warwer, kudu balik mikir lagi buat ngirit sebagaimana jaman susah saat saya masih berstatus anak kos. tapi jaman jadi anak kos itu mah enak, banyak yg nemenin, ini sekarang temen saya udah pada nyebar ke mana2, dengan kehidupan masing2. saya sendirian deh
Sendirian? saya sih ngerasanya gitu, tapi ada yg bilang saya ngga boleh mikir gitu, karena saya masih punya keluarga, temen2 saya biar jauh jg bukan berarti ga peduli, dan ada satu lg orang yg jg selalu nemenin saya. bener juga sih. saya sering2 denger lagu Alm. Michael Jackson yg 'You're Not Alone' deh biar makin tersugesti
sebagai dampak dari perubahan hidup itu, pasti saya juga akan ikut berubah. pasti. entah berubah jadi kaya gimana, tapi mudah-mudahan perubahan diri saya adalah selalu ke arah menjadi lebih baik. Amin.
baiklah, setelah nulis curhatan ini, perasaan saya rasanya jauh lebih baik. maaf kalo perasaan Anda yg baca malah jadi ngga baik gara2 bingung baca maksud tulisan saya ini apa.
Malam ini entah malam Sabtu yang keberapa. Datang ke kafe ini seminggu sekali sudah jadi agenda rutinku beberapa bulan terakhir.
Berdua dengan kakak lelakiku yang selalu setia menemani kemana aku pergi, kami selalu duduk meja yang sama setiap minggunya. Kata kakakku dari sinilah panggung live music paling jelas telihat. Aku tinggal mengarahkan pandangan lurus ke depan, dan di sanalah kamu berada, memetik gitarmu, memainkan lagu-lagu indah yang aku tidak pernah tahu judulnya.
Kami selalu datang beberapa menit sebelum pertunjukanmu mulai, agar aku tidak kelewatan satu lagupun. Sambil menunggumu mulai bermain, aku memesan minuman. Selalu memesan minuman yang sama, tapi tidak pernah memesan makanan. Konsentrasiku mendengarkan permainanmu pasti akan buyar sementara aku bersusah payah menyendoki makanan keparat di depanku.
Terdengar tepuk tangan di sana sini pertanda kamu mulai naik ke panggung kecil di depan. Setelah berbasa basi sejenak menyapa pengunjung, kamu mulai memetik gitar. Dan tepat saat itu juga dimulailah momen yang bagiku sangat magis. Mendengarkan suara gitarmu entah kenapa bisa membuatku sangat, sangat tenang. Damai sekali. Padahal papa juga sering memainkan lagu dengan piano untukku, tapi rasanya sungguh berbeda. Mendengarkanmu bermain gitar aku merasa seperti tengah bertemu kawan lama yang lama tidak berjumpa. Seperti merasakan hujan jatuh di kepalaku setelah terik seharian. Seperti kembali ke rumah setelah beberapa minggu bepergian.
Seperti pulang. Nyaman.
Lagu terakhir yang kamu mainkan malam ini belum pernah aku dengar sebelumnya. Mungkin kamu baru pertama kali memainkannya di sini. Berapa lama kamu mempelajarinya? Susahkah? Ah sungguh aku sebenarnya ingin tahu banyak tentangmu. Tapi mendengarkanmu memainkannya saja sudah cukup, tak perlulah aku tahu apa-apa lagi. "What you don't know won't hurt you", begitu kata pepatah yang pernah kudengar.
Setelah lagu berakhir, terdengar tepuk tangan panjang. Aku juga ikut bertepuk tangan dengan penuh semangat. Lagu barusan memang indah sekali. Rasanya aku sampai ingin menangis mendengarnya, seperti ada yang tercekat di tenggorokanku. Ha ha ha, aku memang melankolis. Memalukan.
Aku dan kakakku biasanya akan langsung pulang begitu lagu terakhirmu selesai dimainkan, tapi malam ini rupanya memang bukan malam 'biasa'.
"Mas ke toilet bentar ya. Kamu duduk aja ngga usah ke mana2"
Lalu aku pun menunggu dengan was-was. Agak takut. Aku takut sendirian.
"Itu pacar kamu?" sebuah suara tiba-tiba menyapaku. Aku diam saja.kakakku selalu mengingatkanku untuk tidak berbicara pada orang asing. Tapi bagiku kamu bukan orang asing.
"Hah?" Ekspresiku pasti persis seperti orang tolol. Sial.
"Aku liat kamu dateng tiap kali aku main. Sama cowo yang sama di meja yang sama."
"Mmm iya"
"Iya dia pacar kamu? Tapi kok tiap dateng diem2an doank"
"Oh, maksudnya bukan. Dia kakakku." Bisa kurasakan wajahku merah padam. Sial. Sial. Sial. Kenapa musti salting sih?
"Oooh"
Lalu jeda.
Lama.
Mungkin hanya beberapa detik tapi bagiku terasa sangat lamaaaaaaaaaaaa...
Kenapa sih aku? Padahal ini adalah saat yg sangat aku nantikan. Saat aku akhirnya bisa berbincang denganmu. Tapi di bayanganku obrolan kita bisa mengalir begitu saja. Bukan seperti ini. Bibirku kelu, otak beku, aku seperti terpaku, bahkan berkedip pun sepertinya tidak.
"Lagu yang terakhir judulnya apa? bagus" akhirnya aku memberanikan diri membuka suara.
"Ada deeeeh" katamu dengan nada menggoda, berusaha mencairkan suasanan yang kaku.
"Diiih pelit amat" entah bagaimana kecanggunganku hilang seketika. Kamu memang orang yang menyenangkan, tepat seperti khayalanku.
"Mau tau aja apa mau tau banget?"
"Hahahahaha" aku tertawa mendengar gurauanmu
"Hehehe malah ketawa." Kamu diam sejenak sebelum akhirnya berkata, "Jalan sama aku dulu baru aku kasih tau"
"Hah?"
"Iya, ngedate dulu sama aku, nanti aku kasih tau judulnya"
Aku terdiam. Aku tahu seharusnya aku senang mendengar ajakanmu, tapi....
"Kok malah diem? Oiyaaa, malah belum kenalan kita. Namaku Reno."
Aku tetap diam. Bingung harus bersikap seperti apa.
"Sombong banget, masa jabatan tangan aja ngga mau."
Aku menghela nafas. Sejak awal kamu menyapa aku tahu saat ini pasti akan datang. Aku berpikir sejenak, tapi akhirnya kuputuskan mengulurkan tanganku, "Kania"
Jeda beberapa detik.
"Hei, bercanda ya? Tanganku di sini"
Tepat seperti dugaanku, aku menyodorkan tangan ke arah yang salah.
Yang aku tahu kemudian, kakakku datang, memapahku untuk berdiri dan menuntunku berjalan meninggalkan kafe. Aku tidak sanggup membayangkan bagaimana wajahmu saat itu. Pun wajahku sendiri.
Aku malu sekali.
Ah, tidak. Aku tidak boleh menangis.
***
"Semalem mas ke sana"
Sudah 3 minggu aku tidak pernah ke sana lagi. Rasanya terlalu sakit untuk kembali.
"Dia titip salam"
Aku diam, memandang ke jendela. Atau mungkin sebenarnya aku memandangi dinding karena aku tidak pernah tahu arah jendela kamarku berada.
"Sama titip sesuatu."
Aku masih diam.
"CD"
Beberapa detik setelah kakakku mengucapkannya, di kamarku terdengar petikan gitarnya.
Lagu yang terakhir kali dia mainkan tempo hari.
Dan aku pun mengalami moment magis itu lagi. Tapi kali ini bukan tenang yang aku rasakan.
Sakit.
Dadaku seperti ditekan.
Sakit sekali rasanya.
Sakit sampai ulu hati.
"Ada suratnya. Mau Mas bacain?"
Aku diam beberapa saat. Tapi kemudian mengangguk sambil menggigit bibir bawahku kuat-kuat. Berharap dengan begitu airmataku urung untuk turun.
"Halo Kania, ini judulnya River Flows in You. Kapan ke kafe lagi? Reno."
entah cuma saya atau semua orang juga merasakannya. dulu jaman SD liat kakak2 pake baju putih biru kayanya kok udah dewasa ya. Pas udah SMP ngerasanya biasa2 aja, yg dewasa adalah kakak2 berbaju putih abu2. pas masuk SMA eeee kok ya teteup sama aja. ah, yang dewasa itu pasti kakak2 mahasiswa, iya pasti gitu, secara mereka bukan siswa biasa, mereka siswa yg 'maha' (apasih dhik). taunya pas udah kuliah kelakuan saya juga masih aja kaya bocah.
dulu juga saya membayangkan saat usia 25, saya sudah jadi mbak2-kantoran-nan-manis-dan-siap-nikah (halah). eee taunya kemaren saya resmi 25 dan tetep ngerasa 'gini-gini aja'. kekanak-kanakan, karir masih ga jelas, trus masih belum settle juga. perjuangan saya masih panjang, bahkan baru mau memulai lagi babak baru (lagi), megingat saya baru saja mengambil keputusan besar dalam hidup. huaaaaaa degdegan. takut. bingung. sekaligus excited pingin tau apa yg nunggu saya di depan sana.
kalau bener pepatah 'kata adalah doa' maka semoga kata yang saya pilih jadi judul post ini termasuk dalam kategori doa yg terkabul. amin.